PERKEMBANGAN BEMO DI KOTA JAKARTA DARI
TAHUN 1962 SAMPAI 2014 SEBAGAI BUKTI PERKEMBANGAN TEKNOLOGI TRASNPORTASI
NUSANTARA
Oleh:
Slamet Rohman
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Melalui
akalnya,manusia selalu bertanya apa, mengapa dan bagaimana. Melalui akal pula,
manusia selalu mencari jawaban yang dapat memuaskan rasa ingin taunya. Jawaban-jawaban
tersebut tentu saja berbeda sesuai dengan daya nalar masing-masing. Namun,
jawaban-jawaban itulah yang kemudian melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi
(Sutardi, T. 2007:44). Teknologi merupakan pengetahuan terhadap penggunaan alat
dan kerajinan, dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi kemampuan untuk
mengontrol dan beradaptasi dengan lingkungan alamnya. Teknologi juga dapat
diartikan benda-benda yang berguna bagi manusia, seperti mesin, tetapi dapat
juga mencakup hal yang lebih luas, termasuk sistem, metode organisasi, dan
teknik. Istilah ini dapat diterapkan secara umum atau spesifik: contoh-contoh
mencakup teknologi Konstruksi, teknologi medis, atau state of the art teknologi
(http://arydj.files. 2009:--). Teknologi
sangat di butuhkan oleh manusia dalam rangka untuk mempertahankan eksistensinya
di muka bumi dengan memanfaatkannya sebagai alat pendukung pemenuhan kebutuhan
dasar manusia. Perkembangan teknologi akan terus berjalan seiring berkembangnya
Sumber Daya Manusia dan semakin kompleksnya kebutuhan manusia. Hal ini akan
mendorong teknologi terus berkembang sesuai dengan zaman dimana teknologi itu
di butuhkan manusia. Perkembangan teknologi juga menggambarkan kemajuan suatu
wilayah yang memanfaatkan teknologi sebagai alat pemenuhan dasar masyarakatnya.
Sejak zaman
prasejerah, Indonesia sudah mengenal teknologi yang di gunakan manusia pada
saat itu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Dari berbagai temuan, dapat
diindikasikan bahwa sejak zaman prasejarah perkembangan teknologi di Indonesia
sudah maju. Begitu juga berlanjut pada masa kuno, Indonesia semakin lebih maju
teknologi yang di kembangkan. Pada masa kuno, pengembangan teknologi yang sudah
ada lebih dulu pada masa prasejarah masih terus di kembangkan. Selama masa
kolonialisme Hindia-Belanda Indonesia juga mengalami perkembangan teknologi
yang banyak di pengaruhi oleh Eropa. Penggunaan alat tersebut digunakan untuk
kepentingan Belanda sebagai pendukung berlangsungnya kolonialisasi. Teknologi
yang berkembang pada masa Hindia-Belanda juga di operasikan oleh masyarakat
pribumi, hingga jatuhnya Hindia-Belanda di Indonesia. Kemajuan teknologi di
Indonesia banyak di pengaruhi oleh produk-produk dari luar negeri. Setelah mencapai
kemerdekannya pada tahun 1945, Indonesia terus melakukan usaha untuk memajukan bidang teknologinya guna memenuhi kompleksnya kebutuhan
masyarakat Indonesia dan masyarakat yang sumberdaya manusianya semakin
bekembang.
Pengembangan
teknologi terutama dilaksanakan pada kota-kota besar di Indonesia. Berbagai
bidang teknologi, baik produk impor maupun dalam negeri terus di galakan
sebagai wujut pemerataan teknologi setelah kemerdekaan dan suatu usaha dalam
rangka membawa Indonesia ke gerbang sebuah kemajuan. Pengembangan teknologi
tidak serta merta dilaksanakan karena suatu ajang gengsi negara yang baru
merdeka, namun hal ini dilakukan untuk mengimbangi kemajuan yang ada di dunia
dan terjadinya suatu keadaan dimana harus membutuhkan teknologi yang lebih maju
dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
Jakarta merupakan
salah satu kota besar di Indonesia yang mengalami kemajuan pesat di dalam
segala bidang tak terkecuali dalam bidang teknologi. Selain sebagai Ibu Kota
Negara, Jakarta sudah sejak dulu menjadi wilayah yang sangat ramai. Segala
aktivitas masyarakat yang kompleks terjadi di kota ini, mulai dari aktifitas
ekonomi, sosial, dan budaya. Setelah
kemerdekaan Kota Jakarta maju semakin pesat, dimana banyak bangunan-bangunan
modern didirikan dan pabrik-pabrik yang membutuhkan sebuah teknologi didalamnya
guna memperlancar proses tersebut. Salah satu teknologi yang berkembang begitu
mencolok yaitu moda transportasi darat. Pertumbuhan penduduk yang terus
bertambah setiap tahunya dan kebutuhan akan transportasi darat mendorong
pemerintah dalam menyediakan moda transportasi darat yang tidak sedikit. Sejak
tahun 1960-an pemerintah giat melakukan pembangunan dalam bidang transportasi.
Salah satu moda
transportasi darat yang begitu penting di Jakarta yaitu Bemo. Sejak pertama
dilegalkannya transportasi atau angkutan ini, prospek penggunaan bemo selalu
meningkat searah dengan kebutuhan masyarakat. Perkembangan bemo di Jakarta
terlihat bagaimana masyarakat menggantungkan beberapa aktivitasnya menggunakan
bemo. Namun semakin berkembangnya teknologi dan semakin ketatnya dalam perizinan
berbagai moda transportasi darat di Jakarta membuat bemo semakin terpinggir. Terlepas
dari semua itu, bemo merupakan salah satu bukti perkembangan teknologi di
nusantara dan memiliki kaitan penting dalam sejarah perkembangan teknologi di
Indonesia. Maka dari itu, makalah ini akan membahas tentang perkembangan
angkutan bemo di Kota Jakarta yang berjudul “
Perkembangan Bemo di Kota Jakarta Dari Tahun 1962 sampai 2014 sebagai Bukti
Perkembangan Teknologi Transportasi Nusantara.”
1.2
Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana awal-mula masuknya
Bemo di Kota Jakarta?
1.2.2 Bagaimana perkembangan Bemo
di Kota Jakarta dari tahun 1962 sampai 2014?
1.3
Tujuan Masalah
1.3.1 Untuk mengetahui awal-mula
masuknya Bemo di Kota Jakarta.
1.3.2 Untuk mengetahui perkembangan
Bemo di Kota Jakarata dari tahun 1962 sampai 2014.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Awal-mula masuknya Bemo di Kota Jakarta
Manusia
adalah mahkluk yang dinamis dan tidak bisa berdiam diri dalam waktu lama.
Mereka selalu ingin bergerak, berpindah, dan melakukan aktivitas. Di masa
modern, aktivitas manusia sangat terbantu dengan adanya teknologi yang
memudahkan pergerakan tiap individu. Ketika kendaraan bermotor di temukan
sebagai alat transportasi maka manusia tidak perlu repot kepanasan atau kehujanan
untuk berpergian.waktu tempuh menjadi singkat dan menyenangkan (Kusmagi, M., A.
2010: 4). Begitu juga masyarakat di Jakarta, sebagai mahkluk yang dinamis dan
tidak dapat berdiam diri membutuhkan sebuah teknologi modern yang dapat membantu
segala aktivitas masyarakat Jakarta. Hal ini didukung juga dengan status
Jakarta sebagai Ibu Kota, sudah barang tentu segala aktivitas pasti membutuhkan
suatu teknologi yang modern, seperti kendaraan ataupun alat transportasi yang
menggunakan mesin. pada tahun 1960-an di Jakarta bemo merupakan moda
transportasi yang modern dan sangat di butuhkan masyarakat Jakarta. Sebagai
kota yang menjadi tujuan pembangunan Negara dalam menuju kemajuan, Jakarta
sudah selayaknya di bangun sarana transportasi yang modern. Pembelian bemo
merupakan langkah awal pemerintah dalam rangka menuju kemajuan teknologi di
Indonesia, karena pada saat itu kendaraan seperti bemo masih sangat modern dan
canggih.
Sebelum
masuknya bemo di Indonesia, pada zaman Hindia-Belanda kendaraan yang
menggunakan mesin sudah dikenal. Sekitar, dekade pertama tahun 1900-an, telah
ada industri perakitan mobil milik General Motors. Lambat laun, produk industri
otomotif menjadi kebutuhan yang penting di wilayah Hindia-Belanda sendiri.
Namun demikian, perkembangan dunia otomotif di Indonesia tidak bisa dilepaskan
dari beberapa orang Belanda yang mengimpor kendaraan bermotor, diantaranya John
C. Potter dari Probolinggo yang memesan sepeda motor Hildobrand Und Wolfmuller
pada tahun 1893. Impor kendaraan mulai berkembang sejak tahun 1911. Hal itu
terbukti dengan di selenggarakannya reli mobil lintas Jawa. Masyarakat Jawa
menamakan Mobil dengan nama “kereta setan”
(Sachari, A. 2007: 150). Kendaraan
mengguakan mesin mulai dikenal masyarakat Indonesia, khusunya masyarakat Jawa
berkat orang-orang Belanda yang mengimpor kendaraan bermesin. Masyarakat Jawa
yang baru mengenal jenis kendaraan tersebut masih menganggap teknologi tersebut
sesuatu yang unik.
Masyarakat
Jawa masih menganggap teknologi tersebut sebagai sesuatu yang baru. Hal ini di
sebabkan kendaraan yang di gunakan masyarakat Jawa pada saat itu masih menggunakan tenaga hewan seperti
Kuda. Orang Belanda berperan dalam mengenalkan kepada masyarakat Jawa terhadap
kendaraan menggunakan mesin sehingga masyarakat saat itu menyebutnya sebagai
kereta setan. Kendaraan menggunakan tenaga mesin tersebut, pemakainannya hanya
terbatas pada kalangan orang-orang Belanda saja dan belum menyentuh pada
masyarakat pribumi sebagai pemakai yang dapat menjalankanya. Pada masa ini
kendaraan bermesin belum berpengaruh besar terhadap masyarakat pribumi, karena
penggunaannya hanya sebatas pada kalangan orang-oanrang Belanda dan masyarakat
pribumi dalam aktifitasnya hanya menggunakan tenaga hewan. Kendaraan bermesin
menjadi hal yang sangat modern pada saat itu, sehingga harganya juga sangat
mahal.
Bagi
Nusantara atau bagi Indondonesia sendiri abad ke-20 merupakan abad yang sangat
penting, meskipun selama itu nusantara tidak banyak menjadi pemain yang
menentukan secara regional maupun global. Nusantara lebih menjadi subyek yang
mengalami dampak yang sangat siknifikan dari berbagai peristiwa yang berlaku di
dunia pada saat itu. Namun di abat itu masyarakat di Nusantara mengalami suatu
peristiwa yang sangat krusial, yaitu transformasi dari masyarakat yang laten,
hanya bergantung pada penjajah, menjadi masyarakat merdeka yang efektual,
berinisiatif mandiri, dan penuh vitalitas. Bagi nusantara abad ke-20 merupakan abad yang penuh dinamika
dalam bidang sosial, politik, ekonomi, dan budaya (Besari, M., S. 2008:
233-234). Setelah mencapai kemerdekaanya, Indonesia melakukan pembangunan dalam
segala bidang. Pengembangan pada sektor teknologi menjadi salah satu prioritas
bagi pemerintah dalam program pembangunan. Pengembangan moda tranportasi darat
menjadi salah satu agenda pemerintah. Moda transportasi modern menggunakan
tenaga mesin di utamakan pada kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta. Pada
tahun 1963 Mentri perindustrian Chairul Saleh mengimpor 3000 kendaraan buatan
Jepang dengan nilai 13,3 juta dolar yang salah satu jenisnya yaitu Daihatsu
Midget atau sering disebut oleh orang-orang Indonesia dengan sebutan bemo. Hal
itu di laksanakan bersamaan dengan dilaksanakannya pesta olahraga Asian Games
di Jakarta pada tahun 1962, sehingga terlihat kendaraan buatan Jepang secara
besar-besaran melintas di berbagai jalan di Indonesia (Sachari, A. 2007: 150).
Masuknya
bemo di Indonesia memiliki hubungan erat dengan peristiwa yang sangat
bersejarah. Sebagai negara yang baru merdeka, Presiden Sukarno dalam usahanya
membawa Indonesia sebagai negara yang juga memberikan kontribusi terhadap
perkembangan transportsi. Penggunaan teknologi mutakir dalam desain trasportasi
menjadi sebuah keharusan guna mengimbangi perkembangan era modern. Jepang
merupakan sebuah Negara di Asia yang menyandang budaya timur yang telah
berhasil mengembangkan sains dan teknologi secara luar biasa (Besari, M., S. 2008:
203), menjadi salah satu produsen pembuatan kendaraan bertenaga mesin yang
mencoba melakukan hubungan dengan pemerintah Indonesia yang baru saja merdeka.
Hal ini menjadi sasaran bagi Jepang untuk dapat memasarkan produknya di pasar
dunia. Indonesia menjadi sasaran yang tepat bagi Jepang untuk memasarkan
Produknya, karena di dukung dengan gencarnya usaha pemerintah Indonesia dalam
rangka pengembangan sarana transportasi Indonesia. Jelas dari uraian berikut
bahwa kemajuan transportasi pada saat itu banyak di pengaruhi oleh
produk-produk dari Jepang.
Sampai pada tahun 1960-an, industri otomotif adalah milik Amerika Serikat.
Kebanyakan mobil dibuat di Amerika. Terdapat pabrik-pabrik di luar negeri dan
pasar yang luas untuk Amerika (Gardner, H. 2006: 53). Untuk itulah Jepang
melaksanakan suatu srtategi dalam
memasarkan bemo di Indonesia. Jepang meggunakan strategi realisasi ekspor impor
Open Account. Sudah jelas bahwa Jepang telah di kenal baik oleh Indonesia yang
berhubungan erat dengan sejarah perjuangan Indonesia dalam meraih kemerdekaan.
Jepang menjadi jembatan bagi bangsa Indonesia untuk menuju gerbang emas
kemerdekaan. Tidak dapat di sangkal bahwasannya Jepang mencoba untuk melakukan
hubungan industri dengan Indonesia, karena ini akan sangat mudah terealisasi.
Stabilitas politik dan stabilitas ekonomi Indonesia pada saat itu juga sangat
berpengaruh dalam transaksi tersebut. Transaksi ini berhubungan dengan tujuan
Jepang yang hendak merembes pasar Internasional dengan berbagai negara di Asia
yang pada waktu itu dikuasai oleh produk-produk Eropa dan Amerika. Hal inilah
yang membuat Jepang kemudian menggunakan cara Open Account agar transaksi
ekspor-impor keberbagai Negara berkembang dan bisa di realisasikan (Sasono, H.,
B. 2012: 86). Hal ini sesui dengan subproses dalam teknologi yaitu pemasaran,
dimana teknologi sebagai komoditas distribusi dan di perdagangkan secara umum (Besari,
M., S. 2008: 151).
Bemo diproduksi oleh
Daihatsu, sebagai Daihatsu Midget, kendaraan beroda tiga (satu di depan, dua di
belakang). Kendaraan ini karena kecilnya sehingga diberi nama “midget”
(kerdil). Daihatsu Midget ini sebenarnya didesain sebagai angkutan barang. Bemo
memiliki singkatan yaitu “becak motor” dan merupakan kendaraan bermotor roda
tiga. Meskipun nama Bemo dikaitkan dengan becak, namun bemo sebenarnya adalah
model bis ukuran supermini, karena mempunyai trayek dan tarif tetap, beda
dengan becak yang lebih mirip taksi bertenaga nasi. Bemo mulai dipergunakan di
Indonesia pada awal tahun 1962, pertama-tama di Jakarta, kemudian Bogor,
Bandung, Surabaya, Surakarta, Malang, Padang, Denpasar, yang
dimaksudkan untuk menggantikan becak. Bemo cepat populer karena kendaraan ini
lebih murah, berdaya angkut besar (bisa menampung 7 orang), mampu
menjangkau jalan-jalan yang sempit, bisa menempuh jarak jauh dan lebih cepat
daripada becak yang lebih mahal karena daya angkutnya cuma 2 orang, pelan dan
tidak bisa jauh (Andrefeb, F. 2011). Selain itu becak dianggap tidak manusiawi,
karena masih menggunakan tenaga manusia untuk menjalankannya. Selain itu,
pengemudi becak sering dianggap tidak mematuhi peraturan lalulintas (Susantono,
B. 2009: 186).
Uraian berikut
merupakan realitas yang terjadi di kota Jakarta, pada awal diberlakukannya
bemo. Bemo didesain untuk menggantikan angkutan darat yang kurang efesien dan
kurang manusiawi seperti becak. Terlepas dari semua itu, dapat dipahami
bahwasanya mulai di oprasikannya bemo di Jakarta sehingga tersingkirnya
angkutan becak, merupakan bukti bahwa sarana transportasi telah mengalami
kemajuan. Angkutan yang mendominasi di Jakarta semula yaitu becak dan delman,
sejak awal tahun 1962 mulai digantikan dengan bemo yang menggunakan tenaga
mesin. efesiensi, tarif yang murah dan jumlah angkut yang relatif lebih banyak
mejadikan angkutan bemo sebagai angkutan idola masyarakat di Jakarta pada waktu
itu. Hal ini juga membuktikan bahwa Sumber Daya Manusia masyarakat Jakarta
telah berkembang, khususnya masyarakat yang menjadi aktor pengendara bemo.
Perkembangan Sumber Daya Manusia ini dilihat dari bagaimana para sopir yang
sebelumnya hanya dapat mengemudikan becak telah berkembang dengan mampu
mengendarai bemo yang menggunakan teknologi modern dan harus memiliki
keterampilan khusus dalam mengendarainya.
2.2
Perkembangan Bemo di Kota Jakarta
2.2.1 Jalur Trayek Bemo dan
Perkembangan komunitas masyarakat Jakarta
Kota
adalah salah satu ungkapan kehidupan manusia yang mungkin paling kompleks
(Zahnd, M. 2006: 1). Jakarta merupakan kota besar di Indonesia yang memiliki
masyarakat yang sangat kompleks. Pada tahun 1962, kompleksitas masyarakat
Jakarta semakin menuju ke arah modernisasi. Pertumbuhan suatu masyarakat yang
kompleks ini berdampak pada kegiatan masyarakat yang kompleks pula. Semakin
maju komunitas suatu masyarakat, berpengaruh terhadap suatu gerak dalam rangka
pemenuhan suatu kegitan masyarakat. Efesiensi waktu dan kecepatan dalam jarak
tempuh yang relatif cepat sangat di butuhkan bagi masyarakat kota yang sudah
mengalami modernisasi. Pendorong terlaksananya pergerakan masyarakat kota yang
relatif cepat, salah satunya adalah tersediannya alat transportasi. Sistem
transportasi dapat memperluas kemampuan manusia untuk meningkatkan manusia,
dalam meningkatkan kecepatan (lebih cepat berpindah), meingkatkan jarak tempuh
dengan lebih efesien melalui moda transportasi dan meningkatkan kapasitas
melalui mesin. Selain itu, transportasi jaringan teknologi untuk mengantar
orang agar merasa aman hingga tujuan (Raihana, H. 2007:50-51). Moda tranportasi
yang seperti di maksut ini salah satunya yaitu bemo, Sebagai salah satu sarana
transportasi di Jakarata yang telah menggunakan teknologi yang modern pada
waktu itu.
Seperti
yang telah di jelaskan pada uraian sebelumnya, bemo mulai beroperasi sekitar
tahun 1962. Bemo mulanya beroperasi seperti taksi, namun kemudian
dibentuk trayek tertentu, dan akhirnya dikhususkan ke trayek
pinggiran yang tak disentuh oleh bus kota(Andrefeb, F. 2011).
Di Jakarta bemo beroperasi di wilayah Menteng Jakarta, mulai dari pasar Blopo,
di bilangan jalan Latuharhary, ke arah Sarinah, SMA Kanisius, dan sekitarnya.
Bahkan bemo pernah mengantar belanjaan sayur-mayur ke Istana Negara. Tapi
naasnya bemo itu pernah meledak dalam lingkungan istana, sehingga suara
letusannya yang cukup mengagetkan membuat pasukan keamanan istana panik.
Sesudah peristiwa itu, bemo tak boleh lagi masuk istana ( Erwin. 2012:_ _). Hal ini memberikan keterangan bahwa bemo
merupakan kendaraan yang begitu diandalkan di kota Jakarta sejak tahun 1962
hingga tahun-tahun sesudahnya. Jalur trayeknyapun melintasi jalan-jalan yang
memang pusat aktifitas masyarakat kota Jakarta. Aktifitas masyarakat kota
Jakarta pada saat itu mendukung penggunaan bemo sebagai angkutan yang paling di
andalkan, disamping masih ada angkutan-angkutan lain seperti oplet dan bajai.
Bemo tetap menjadi pilihan bagi masyarakat kota Jakarta karena efesiensinya
yang dapat melewati jalan-jalan yang sempit.
Lalulintas dan angkutan jalan adalah
kunci pertumbuhan sebuah komunitas. Masyarakat sangat bergantung pada sarana
transportasi darat yang berkaitan erat dengan lalulintas dan angkutan jalan
(Kusmagi, M., A. 2010: 12). Pada
tahun 1962 hingga akhir tahun 1970-an, bemo merupakan angkutan yang memiliki
peranan penting dalam menciptakan pertumbuhan dalam masyarakat Jakarta. Pada
tahun-tahun ini, masyarakat sangat bergantung dengan beroprasinya angkutan
bemo. Berbagai kegiatan masyarakat Jakarta pada waktu itu banyak bergantung
dengan agkutan bemo dalam pemenuhannya. Karena efesiensi waktu yang dapat
disajikan oleh bemo dan harga yang terjangkau oleh masyarakat, menjadikan bemo
sebagai angkutan idola di samping masih ada angkutan-angkuta lain yang
menggunakan tenaga mesin juga. Selain itu para sopir bemo-pun menggantungkan
pemenuhan perekonominnya dengan hasil beroprasinya bemo. Oleh karena itu bemo
merupakan angkutan yang menjadi kunci berkembangnya masyarakat Jakarta selama
tahun 1962 hingga akhir tahun 1970-an, Karena segala kegiatan masyarakat tidak
terkecuali sopir bemo sendiri sangat mengandalkan pengoprasian bemo dari segi sosial,
budaya dan ekonomi.
Beroprasinya bemo dan ketergantungan
masyarakat Jakarta atas angkutan ini lambat laun mendorong terciptanya suatu
budaya yang baru dalam masyarakat dan lebih maju. Pergerakan masyarakat yang
semakin cepat, menuntut adanya suatu alat transportasi yang dapat membantu
masyarakat dalam bergerak dengan efesien. Bemo inilah yang merupakan salah satu alat transportasi di Jakarta yang
menjadi alat transportasi masal paling efesien pada waktu itu. Adanya bemo ini
menciptakan suatu budaya dalam masyarakat yang menuntut segala sesuatu dapat di
tempuh dengan waktu yang cepat meskipun jarak yang di tempuh terlamapau jauh.
Hal ini disebabkan karena, gerak yang nyata, yang menimbulkan perubahan dan kemajuan
kebudayaan ialah sebab yang berasal dari luar. Bagi para anggautanya yang tetap
terbuka kemungkinan untuk lekas-lekas menyesuaikan diri dengan menerima apa-apa
yang baru guna memenuhi keperluan hidupnya yang baru (Soekmono, R. 1973:12).
Jakarta merupakan Kota besar yang
syarat akan perkembangan dan kemajuan teknologi yang menuntut masyarakatnya
harus terbuka dalam menerima segala kemajuan yang ada demi dapat bersaing dalam
kehidupan untuk memenuhi segala kebutuhan manusia. Bemo beroprasi meliputi daerah-daerah
yang syarat akan multi penduduk. Dengan jalur-jalur trayek yang telah
ditetapkan pemerintah pada waktu itu, mendorong setiap daerah yang di lewati
oleh bemo ke masyarakat yang lebih maju dari sebelumnya. Pergerakan masyarakat
yang sebelumnya lamban menjadi berubah lebih cepat. Dengan jumlah bemo yang
relatif banyak dan jumlah angkut setiap bemo yang dapat mengankut lebih dari
lima orang mendukung meratanya pemekaian angkutan kota ini.
2.2.2
Permasalahan Lalulintas berdampak terpinggirnya Bemo
Permasalahan lalulintas di Kota-kota
besar di Indonesia cukup pelik, penduduk yang heterogen dengan jumlah yang
besar menjadi perhatian utama dalam mengatasi problem lalulintas dan angkutan
jalan. Pertumbuhan penduduk yang terjadi setiap tahun secara otomatis membuat
permintaan akan kebutuhan alat transportasi meningkat, baik transportasi umum
maupun pribadi (Kusmagi, M., A. 2010:
6). Sudah sejak dulu kala Kota Jakarta merupakan salah satu pusat kegiatan
perekonomian yang sangat pesat. Tingkat perekonomian yang maju dengan pesat
mendukung terjadinya migrasi penduduk dari desa menuju kota Jakarta untuk
mencari peruntungan ekonomi yang lebih baik. Semakin padatnya penduduk di kota Jakarta,
berpengaruh pada perkembangan perekonomian yang semakin maju. Perekembangan perekonomian
yang semakin maju juga berpengaruh
terhadap perkembangan transportasi. Setiap tahun, dari awal
dioperasikanya bemo pada tahun 1962, jumlah kendaraan di Kota Jakarta semakin
bertambah. Berbagai kendaraan, mulai dari kendaraan pribadi sampai kendaraan
umum telah memadati jalan-jalan di kota Jakarta. Kekacauan lalulitas tidak
dapat terelakan, dengan pengelolaan lalulintas yang tidak mumpuni dari
pemerintah Kota Jakarta. Kekacauan lalulintas berdampak pada kemacetan yang
menghambat perjalanan kendaraan. Bemo merupakan salah satu moda transportasi
yang mengambil peran dalam terjadinya bencana kemacetan di Jakarta. Jalur
trayek yang telah ditetapkan tidak mampu untuk mengatasi kemacetan yang
terjadi. Banyaknya kendaran yang menggunakan tenaga mesin dengan berbagai jenis
merupakan salah satu penyebab teradinya kemacetan.
Kemacetan yang berlarut-larut
berdampak tidak menguntungkan bagi moda transportasi bemo. Banyaknya pengguna
angkutan bemo sebagai moda transportasi alternatif tidak sebanding dengan kebijakan
pemerintah Jakarta. Akibat kemacetan yang berlaut-larut, pemerintah menuduh
bemo sebagi salah satu transportasi yang
menjadi penyebab kemacetan. Satu persatu trayek bemo di persempit menjadi lebih
terbatas. Ketika ijin operasi Bemo di bilangan Menteng dicabut sekitar tahun
1971, maka para pemilik bemo mulai merintis pangkalan bemo di Pasar Bendungan
Hilir (Benhil). Jalur trayek (ijin perjalanan) bemo dari Bendungan Hilir
mulanya mencapai pasar Tanah Abang. Tapi ketika kawasan pasar Tanah Abang
semakin macet, jalur trayek Bendungan Hilir – Tanah Abang pun dibagi dua. Jalur
pertama adalah jalur Bendungan Hilir hingga sekitar Perusahaan Air Minum (PAM)
di Pejompongan. Jalur kedua, dari sekitar Karet-Sudirman hingga pasar Tanah-Abang.
Dua jalur trayek inilah yang masih bertahan sampai saat ini di wilayah Jakarta
Pusat, disamping beberapa jalur trayek bemo lainnya seperti di Grogol (Jakarta
Barat) dan Manggarai (Jakarta Selatan) ( Erwin. 2012:_ _).
Perencanaan transportasi merupakan
pekerjaan luas dan membutuhankan organisasi yang efektif (Khisty, C., J. &
lall, B., K. 2006: 149). Namun pada kenyataanya pada tahun 1962 hingga 1970-an
Jakarta belum dapat melaksanakan perencanaan transportasi yang cukup baik. Banyak Negara sedang berkembang
mengahadapi permasalahan transportasi dan beberapa diantaranya sudah berada
dalam tahap sangat kritis. Permasalahan yang terjadi bukan saja disebabkan oleh
terbatasnya sistemprasarana transportasi yang ada, tetapi sudah ditambah lagi
dengan permasalahan lainya. Pendapatan rendah, urbanisasi yang sangat cepat,
terbatasnya sumberdaya, khusunya dana, kualitas dan kuantitas data yang
berkaitan dengan transportasi, kualitas sumberdaya manusia, tingkat disiplin
yang rendah dan lemahnya sistem perencanaan, dan kontrol membuat permasalahan
transportasi yang semakin parah (Tamin, O., Z. 2000 : 1). Realitas inilah yang
terjadi di kota Jakarta, sehingga bemo yang merupakan angkutan yang sudah lama
melanglang-melintang pada lalulintas kota Jakarta disamping ada angkutan lain.
Tingkat disiplin yang rendah dari sopir bemo dan perencanaan transportasi yang
kurang baik berdampak semakin terpinggirnya bemo dan beberapa angkutan
se-angkatan dengan bemo atas kebijakan pemerintah.
2.2.3
Menghadapi Kebijakan Pemerintah
Selama hampir kurang lebih sepuluh
tahun bemo menemui kejayaanya di Kota Jakarta. Berbagai alasan dari pemerintah
yang kurang menguntungkan bagi sopir bemo dan para pengguna setianya, mengikis
eksistensi bemo sebagai angkutan yang banyak digemari oleh masyarakat Jakarta.
Realitas tidak dapat di sangkal, perkembangan teknologi semakin maju berdampak
pada banyaknya moda trasportasi modern berkembang di Kota Jakarta dan kebijakan
pemerintah yang harus mencabut satu-persatu ijin operasi bemo, mengakibatkan
bemo semakin terpinggir serta ilegal. Pada masa jayanya bemo dianggap sebagai
angkutan yang banyak membantu masyarakat Jakarta dalam menjalankan berbagai
aktifitas, karena penggunaan teknologi yang masih dianggap modern pada waktu
itu. Semenjak tahun 1970-an eksistensi bemo semakin terkikis. pengoprasiannya
tidak lagi legal seperti pada masa jayanya dulu.
Meskipun semakin tersingkir, para
sopir bemo tetap mengoprasikan ankutan ini demi memenuhi kebutuhan ekonomi.
Para pelanggan setianyapun merupakan masyarakat pada kalangan bawah. Demi
kebutuhan ekonomi, para sopir mengenyampingkan perizianan pengoprasian bemo
yang notabenya sudah di larang. Lebih dari itu, ada hal positif yang dapat di
tarik. Bemo sampai pada dilarangnya beroperasi pada tahun 1970-an tetap
memperlihatkan eksistensinya meskipun umurnya tidak lagi muda. Pembuat bemo
memperkirakan usia bemo tidak akan lama. Lima hingga sepuluh tahun maka dapat
dipastikan bemo akan punah. Namun pada kenyataannya, bemo masih digunakan
dibeberapa wilayah di Jakarta. Masih digunkanya bemo bukan menunjukan bahwa
bemo adalah alat angkut yang dapat bertahan sekian puluh tahun. Namun lebih
cenderung kepada kemampuan sumber daya manusia Indonesia yang masih dapat
mengoperasikan bemo tersebut. Meskipun spare parts bemo sudah tidak lagi di
produksi oleh pabrik Daihatsu, tetapi sumberdaya manusia yang menangani bemo
dapat membuatnya sendiri (Sanoesi, A.,
E. 2010: 18). Uraian berikut membuktikan bagaimana sumber daya manusia
masyarakat Jakarta khususnya pengendara bemo mengalami kemajuan, dengan bukti
kreatifitas mereka dalam menciptakan spare parts sendiri guna memperpajang umur
bemo.
Pada tahun 2013-2014 Pemerintah
Daerah (Pemda) DKI Jakarta berencana akan menghilangkan Bemo dari wilayah
Jakarta. Kondisi bemo yang terlihat rongsok, kerap mogok di tengah jalan, dan
perilaku sopir-sopir bemo yang memarkir bemonya di sembarang tempat, menjadi
bahan tuduhan pemerintah bahwa bemo menganggu keindahan, penyebab kemacetan,
dan ketidaktertiban beberapa jalan di kawasan Jakarta. Selain itu, sistem emisi
bemo yang menimbulkan desingan dan kepulan asap knalpotnya juga dianggap
menambah polusi suara dan udara di kawasan ibukota. Rencana itu tentu saja
meresahkan ratusan pemilik atau pengemudi bemo yang telah mengemudikan bemo
secara turun temurun sejak periode 1960 an, karena terancam akan kehilangan
mata pencaharian mereka. Selain itu, para pengguna setia bemo, yaitu anak-anak
sekolah dan ibu-ibu rumah tangga akan kehilangan moda transportasi murah yang
dapat mengantarkan mereka hingga sampai ke tempat tujuan (Erwin. 2012:--).
Dengan kebijakan pemerintah DKI yang
ingin menghilangkan bemo dari peredaran laluintas kota Jakarta menimbulkan
kegelisahan yang amat mendalam bagi para sopir dan pemakai jasa angkutan ini.
Realitas ini tidak mengherankan, karena sudah sejak beberapa tahun sejak 1962
bemo menjadi sandaran bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat kota Jakarta. Dengan
harga angkut yang murah bemo tetap memikat masyarakat untuk memakai moda
trasportasi ini, meski kondisinya sudah tua. Untuk itulah kebijakan pemerintah
Jakarta untuk menhilangkan bemo dari lalulintas membuat kebimbangan bagi para
sopir dan masyarakat yang masih menggunakan angkutan tua ini. Bila pemerintah
DKI Jakarta benar-benar menghilangkan bemo, akan berdampak besar terhadap
perekonomian masyarakat dan sopir bemo sendiri. Bukan sebuah rahasia bahwa bemo
hingga saat ini menjadi tumpuan bagi beberapa masyarakat Jakarta dalam
menjalankan aktifitas ekonominya.
Rencana itu bukanlah rencana
pemerintah yang pertama kali. Sejak pemerintah secara resmi menggantikan bemo
dengan angkutan mikrolet (APB) pada awal 1990 an, rencana demi rencana untuk
menghapuskan bemo dari peredarannya di jalan raya ibukota terus bermunculan,
tapi kemudian menghilang tanpa realisasi yang nyata. Menyikapi sikap pemerintah
tersebut para pengemudi bemo mulai merespon dengan mendirikan suatu organisasi
informal, semacam paguyuban yang berfungsi untuk melindungi kepentingan mereka
dari tekanan (aparat) pemerintah, termasuk soal rencana penghapusan bemo yang
kembali muncul akhir-akhir ini. Menurut pengakuan para sopir bemo, dengan
adanya paguyuban tersebut para sopir bemo dapat lebih kompak dan bisa
menyiapkan diri dalam menghadapi tekanan pemerintah. Selain itu yang lebih
penting lagi adalah melalui mekanisme informal paguyuban, beberapa etika dan
disiplin dalam mengemudikan bemo mulai dapat diberlakukan diantara para
pengemudi bemo (Erwin. 2012:--).
Paguyuban yang muncul ini,
memperlihatkan bagaimana para sopir bemo mencoba menggala sebuah kekuatan dalam
menghadapi kebijakan pemerintah dan mencoba memperbaiki citra angkutan bemo
pada pemerintah dengan menggalakan beberapa etika dan disiplin dalam
mengemudikan bemo mulai dapat diberlakukan diantara para pengemudi bemo. Terlihat
bahwa paguyuban ini dibentuk untuk dapat mempertahankan eksistensi bemo agar
terus dapat beroperasi dalam kekacauan lalulintas di Jakarta. Dengan pendirian
paguyuban ini sedikit memberikan angin segar bagi para sopir bemo dan beberapa
penggunanya yang masih setia untuk mennggunakan angkutan tua ini. Meski belum dapat
dipastikan kebijakan pemerintah Jakarta untuk menghilangkan bemo benar-benar
akan dilaksanakan atau tidak, untuk saat ini bemo masih dapat dijadikan
modatranspotasi yang masih dapat berkontribusi dalam segala pergerakan dan
kegiatan masyarakat. Perkembangan awal bemo di Jakarta hingga pergolakannya
dengan kebijakan pemerintah saat ini, meberikan keterangan terhadap lajunya
perkembangan teknologi di Nusantara. Bemo yang pada masa jayanya dianggap
sebagai angkutan yang modern, seiring berjalannya waktu dan perkembangan
teknologi yang ada, membawa bemo pada perjalanan yang penuh gejolak.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Masuknya
bemo di Jakarta memiliki kaitan erat dengan program pembangunan yang
dilaksanakan pemerintah Indonesia pada masa kepemimpinan presiden Sukarno. Bemo
masuk ke Indonesia pada sekitar tahun 1962 untuk kebutuhan sarana angkutan umum
di Kota-kota besar seperti, Jakarta, kemudian Bogor, Bandung,
Surabaya, Surakarta, Malang, Padang, dan Denpasar. Bemo merupakan produk
dari Jepang yang di produksi oleh Daihatsu Midget da nama asli bemo sendiri
yaitu Daihatsu Midget. Masuknya bemo di Jakarta, dimaksutkan untuk menggantikan
angkutan becak yang dianggap kurang manusiawi dan daya tempuhnya sangat lama.
Dengan masuknya bemo di Kota Jakarta, membuktikan bahwa telah dimulai usaha
pemerintah dalam memajukan sarana transportasi yang menggunakan teknologi
canggih dan modern pada waktu itu.
Sebagai Kota besar, Jakarta memiliki penduduk yang
heterogen dan padat, sehingga berpengaruh terhadap kebutuhan akan angkutan bemo
guna menunjang terpenuhinya aktifitas masyarakat yang cepat dan efesien. Sejak
tahun 1962, bemo menjadi angkutan kota yang di idolakan oleh masyarakat
Jakarta. Dengan trayek-trayek yang sudah di tentukan oleh pemerintah, bemo
dapat menjangkau hampir seluruh masyarakat Jakarta. Seiring berjalannya waktu
dan meningkatnya intensitas pemakaian beberapa jenis kendaraan mengakibatkan
terjadinya permasalahan lalulintas di Kota Jakarta. Sekitar tahun 1970-an
pemerintah Jakarta mengeluarkan kebijakan untuk mencabut izin beroprasi bemo
yang menyebabkan terpinggirnya angkutan yang sudah dianggap tua ini. Pemerintah
Jakarta menganggap kekacauan lalulintas yang disebabkan oleh beroprasiya bemo.
Akibat kebijakan pemerintah, bemo semakin terpinggir dan beroprasinya bemo di
Jakarta menjadi ilegal. Berlanjut sampai tahun 2014, pemerintah DKI ingin
mengilangkan bemo dari wilayah Jakarta. Dengan kebijakan pemerintah yang ingin
menghilangkan bemo dari wilayah Indonesia menyebabkan kegelisahan bagi para
sopir dan beberapa masyarakat yang masih menggantungkan kepada bemo dalam
menjalankan aktifitasnya. Untuk menghadapi kebijakan pemerintah ini, para sopir
bemo mendirikan sebuah paguyuban yang memberikan aturan kepada para anggotanya
untuk menerapkan displin berkendara.
DAFTAR PUSTAKA
Andrefeb, F. 2011. jejak-transportasi-umum-indonesia, (http://sejarah.kompasiana.com-367029.html). Diakses 25 Mei.
Besari, M., S. 2008. Teknologi di Nusantara: 40 abad hambatan
inovasi. Jakarta: Teknika Salemba.
Erwin. 2012. kisah-tentang-bemo-4-tuyulbemoyangresisten, (http://erwinisasi.wordpress.com) Diakses 19 Juni.
Gardner, H. 2006. Changing Minds: Seni mengubah kita dan orang lain. Jakarta: Agro
Media Pustaka.
Khisty, C., J. & lall, B., K. 2006. Dasar-dasar Rekayasa Transportasi: jilid 2.
Bandung: Erlangga.
Kusmagi, M., A. 2010. Selamat Berkendara di Jalan Raya. Jakarta: Raih Asa Sukses.
Raihana, H. 2007. Negara Di Persimpangan Jalan Kampusku. Yogyakarta: Kanisius.
Sachari,
A. 2007. Budaya Visual Indonesia. Bandung:
Erlangga.
Sanoesi, A., E. 2010. Low Impack Games: sepluh jenis permainan
Jerat untuk teamwork. Yogyakarta: Kanisius.
Sasono, H., B. 2012. Manajemen Pelabuhan dan Realisasi Ekspor
Impor. Yogyakarta: CV Andi Offset.
Soekmono, R. 1973. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 1. Yogyakarta: Kanisius.
Susantono, B. 2009. 1001
Wajah Transportasi Kita. Jakarta: Gramedia.
Sutardi, T. 2007. Antropologi:
mengungkap keragaman budaya. Bandung: PT Setia Purnama Inves.
Tamin, O., Z. 2000. Perencanaan dan Pemodelan transportasi. Bandung: ITB.
Zahnd, M. 2006. Perancangan Kota Secara Terpadu: teori perancangan kota dan
penerapannya. Yogyakarta: Kanisius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar