KUDETA MILITER AKIBAT KONFLIK ETNIS DI REPUBLIK FIJI
PADA TAHUN 1987-1990
Oleh:
Slamet
Rohman
Oseania merupakan
sekumpulan pulau-pulau yang berada di wilayah lautan yang berada pada kawasan
samudra pasifik. Terdapat banyak pulau yang membentang di kawasan samudra
pasifik ini. Semenjak bangsa barat datang, pulau-pulau tersebut menjadi wilayah
kolonisasi. Tumbuh beberapa negara persemakmuran dari beberapa pulau-pulau tersesbut.
Dari beberapa negara yang telah merdeka, sistem kenegaraannya mengikuti
sebagaimana negara yang memerdekakannya. Konflik-konflik dalam negri juga
sering terjadi dan memiliki kaitan erat dengan kekuasaan serta politik. Salah
satu negara yang sampai sekarang sering terjadi konflik yaitu Republik Fiji.
Republik Fiji adalah sebuah negara kepulauan di selatan Samudra Pasifik, di sebelah timur Vanuatu, sebelah baratTonga, dan sebelah selatan dari Tuvalu. Fiji memiliki 322 pulau, 106 di
antaranya berpenghuni. Selain itu ada pula 522 pulau kecil. Kedua pulau
terbesar adalah Viti Levu dan Vanua Levu yang penghuninya meliputi 82% dari
keseluruhan penduduk negara ini. Nama Fiji adalah sebuah kata kuno dalam bahasa Tonga untuk kepulauan itu, yang pada
gilirannya berasal dari nama dalambahasa Fiji, Viti. Ada tercatat bahwa Fiji ditemukan oleh penjelajah Belanda Abel Tasman ketika ia berusaha menemukan Benua
Selatan Besar pada 1643. Namun baru pada abad ke-19 orang-orang Eropa itu tiba di kepulauan
ini untuk menetap di sana secara permanen. Kepulauan ini
jatuh ke tangan Britania Raya sebagai koloni pada 1874 (wikipedia).
Fiji merupakan negara persemakmuran
dari negara Inggris. Republik Fiji mendapatkan kemerdekaannya pada tanggal 10
Oktober 1970 dari negara Inggris. Pada tahun 1987 terjai kudeta militer di
Fiji. Kekuatan militer tidak pernah setuju bahwasaannya pemerintahan akan di
dominasi oelh orang-orang indo-fiji
(Komandoko,
G. 2010: 325). Pada tahun 1987 militer menjadi basis kekuatan yang besar,
sehingga mampu melakukan kudeta atas ketidak setujuannya terhadap dominasi
orang-orang indo-fiji dalam pemerintahan. Hal ini si karenakan apa bila terjadi
dominasi oleh masyarakat indo-fiji akan rentan terjadi diskriminasi terhadap
penduduk asli Fiji yang sudah lama menetap di republik tersebut.
Pada
tahun 1874, kepulauan ini jatuh ke tangan Britania Raya sebagai koloni. Pada
pemerintahan Gubernur Sir Arthur Hamilton-Gordon tahun 1876 mengeluarkan
kebijakan yaitu melarang penjualan atas tanah kepada masyarakat non pribumi
Fiji, yang pada saat itu sekitar 83% dari daratan Fiji dimiliki oleh pribumi
Fiji. Kebijakan ini terus berlanjut dan susah untuk dimodifikasikan. Penguasa
kolonial kemudian membangun ekonomi gula (60% ekspor) dan di tahun 1878
kolonialis Inggris mengimpor tenaga kerja dari India untuk mengelola perkebunan
tebu. Efek dari imigrasi ini menciptakan suatu polarisasi kesukuan yang telah
membuktikan secara kultural dan politis menantang ke arah Fiji modern yang kemudian
dikenal dengan sebutan etnis Indo Fiji, etnis ini tidak diberikan hak
kepemilikan atas tanah oleh pemerintahan Fiji. Namun etnis Indo Fiji
memproduksi lebih dari 90% gula dan mendominasi industri gula serta pariwisata
yang menjadi andalan ekonomi Fiji dan populasi mereka berkembang mencapai 44%
dari seluruh populasi Fiji.
Sebelum imigran tersebut di
bawa masuk ke Fiji, pihak British terlebih dahulu akan memberi penerangan
berkenaan dengan kontrak tersebut kepada semua buruh yang ingin bekerja di Fiji.
Hal ini penting untuk membekali buruh ini agar memahami setiap syarat yang terdapat di
dalam kontrak tersebut dan juga untuk mengantisipasi terjadinya masalah yang
mungkin wujud di kemudian hari. Setelah itu, buruh-buruh tersebut didaftarkan di bawah
bidang kuasa majistret tempatan. Semua imigran itu akan menjalani pemeriksaan
kesehatan sebelum berlayar ke Fiji. Sistem kontrak
ini masih diguna pakai sehingga tahun 1916 yang menyaksikan seramai 60,537 orang
buruh India telah dibawa dalam tempoh tersebut. Buruh-buruh ini diperoleh dari
sekitar negara India yang terdiri daripada latar belakang, keturunan, kasta,
agama seperti Sikh, Hindu dan Muslim serta tidak terkecuali bahasa yang
berbeza. Dikatakan, kira-kira 85 peratus daripada jumlah yang bermigrasi ke
Fiji adalah beragama Hindu. Selain
melalui sistem kontrak, ada juga orang India yang bermigrasi ke Fiji atas
inisiatif sendiri dan tidak melalui sistem tersebut walaupun pada sebelum
sistem kontrak tersebut dimansuhkan (Amey. 2009:--).
Setelah mendapatkan kemerdekaannya,
pemerintahan kemudian di dominasi oleh Ratu Kamisese Mara dari Alliance Party
yang mendapat dukungan dari pemimpin tradisional Fiji. National Federation
Party (NFP) yang merupakan partai saingan Alliance Party dalam parlemen, adalah
perwakilan dari masyarakat Indo Fiji. Dalam pemilu pertama pada bulan Maret
1977, NFP memenangkan suara mayoritas, tapi pemerintahan tersebut mengalami
kegagalan karena masalah internal, yaitu masyarakat asli Fiji tidak menerima
kepemimpinan dari etnis Indo Fiji, selain itu krisis konstitusi mulai
berkembang.
Munculnya
Nation Federation Party yang diketuai oleh A.D Patel telah memberi peluan
kepada masyarakat indo fiji untuk campurtangan dalam politik Fiji sehingga
mayoritas partai di tiadakan oleh mereka. Keadaan ini telah menambah ketegangan
AP yang diketuai oleh ratu Sir Kamisese Mara yang mendapat sokongan dari
masyarakat pribumi, orang Eropa dan Etnik lain.
Kedua partai tersebut pada dasarnay sangat sulit untuk di satukan. Namun
semenjak Inggris memberikan kemerdekaannya memaksa keduannya untuk berkompromi.
Dari hasil dewan senat masyarakat Fiji tetap sebagai penguasa namun Dewan
Pewakilan di dominasi oleh Indo-fiji (Foong & Bee.--: 10)
A.
D Patel memainkan peran penting dalam menjaga hak masyarakat Indo-Fiji itu
sendiri. Sepanjang keterlibatannya dalam politik negara Fiji, dia pernah
memenang pemilihan Raya pada tahun 1968 dan ini sekaligus membawa partai NFP
mulai bepengaruh di Fiji, terutama sekali pada masyarakat indo-fiji. Pada kurun
waktu 17 tahun semenjak kemerdekaan, tumpuk pemerintahan di kuasai oleh
masyarakat pribumi. Namun selama itu pula, secara nyata tidak sama sekali
kekuasaan di pegang sepenuhnya oleh pribumi. Pendominasian masyarakat Indo-fiji
terlihat pada tahun 1977 yang mana indo-fijian telah memenangi kursi dalam
Dewan Perwakilan yang di awali oleh Partai NFP di bawah Sidiq Koya tetapi gagal
membentuk sebuah kerajaan karena tidak di persetujui oleh masyarakat pribumi (Foong
& Bee.--: 10-11)
Awal
dari terjadinya kudeta 1987 yang dilakukan oleh militer akibat dari kebijakan
Bavadra yang telah bertindak dengan membentuk kabinet
baru yang hanya diwakili oleh lima orang wakil Fiji dan selebihnya diwakili
oleh orang Indo-Fiji seramai tujuh orang. Kudeta ini terpaksa dijalankan
sebagai satu usaha untuk melindungi sistem tradisi yang seharusnya dipegang
oleh etnik Fiji serta menjamin status quo penduduk asal Fiji itu sendiri. Malah
bagi pendapat elit Fiji, kudeta ini juga harus dilakukan untuk menghentikan
penguasaan dan penyerapan etnik Indo-Fiji ke dalam budaya Fiji. Kudeta ini bukan
saja dilakukan oleh peribumi malahan angkatan tentera dan pasukan polis.
Bulan Mei 1987, merupakan saat-saat bersejarah dan pada
masa yang sama merupakan ulang tahun Ratu Mara ke-67 tahun. Sementara Indo-Fiji
pula memperingati peristiwa kedatangan pertama bangsa India ke Fiji pada 108
tahun lalu pada saat Jai Ram Reddy meletak jawatan sebagai ketua NFP dan
sebagai ahli parlemen. Bulan ini juga amat penting bagi Rabuka kerana
disebabkan pembentukan kerajaan baru, awalnya dia mencari kerja baru yang tidak
berkaitan dengan ketenteraan. Dua hari sebelum proses kudeta dilakukan Rabuka
telah ditemukan dengan pesuruhnya namun, Rabuka menyatakan keinginan untuk
menukar kerja kerana tidak yakin dapat bertahan dan memberi sokongan kepada
kerajaan pada masa itu. Sementara itu, tiga hari sebelum kudeta iaitu 11 Mei,
tentera Fiji telah dijemput untuk menyertai “skill at arms” yang
dilancarkan oleh Tentera Australia dari 11 hingga 15 Mei sebagai persediaan
ulang tahun ke-200 Australia. Namun begitu, Rabuka tidak menghadiri kerana
melakukan persiapan kudeta (Amey.2009--)
Pada hari rampasan kuasa, komander tentera yang bernama
Brigadier Ratu Epali Nailatikau, pegawai tertinggi Ratu Mara berada di
Australia. Pasukan yang telah dibentuk oleh Rabuka terdiri daripada etnik Fiji,
termasuk ahli-ahli Taukei dan beberapa ahli kabinet yang terdiri daripada etnik Fiji.
Rabuka telah menetapkan tiga individu penting dalam dokumen kudeta yang
dikenali sebagai “Operator Order” iaitu William Sutherland, Ratu Mosese
Tuisawau dan Tevita Fa. Sutherland sangat berpengaruh dalam Labour Party yang
kemudian menjadi Setiausaha tetap Perdana Menteri Bavadra. Pada pandangan
Rabuka, Sutherland merupakan penggerak utama strategi kerajaan campuran dalam
pilihan raya manakala Ratu Mosese Tuisawau selalu menimbulkan masalah terutama
berkaitan dengan polisi-polisi tanah. Beliau merupakan ahli National Federation
Party (NFP) sehingga meletak jabatan sebagai Presiden Fiji National Party (FNP)
pada Oktober 1987 (Amey.2009:--).
Pada tanggal 14 Mei, Rabuka membuat pernyataan bahawa dia telah berhasil
mengawal kerajaan dalam tumpuk kekuasaan, membentuk kembali pasukan polis, menggantung Perlembagaan Fiji dan
sistem kehakiman negara serta memastikan agar para peguam merangkap menjadi satu
dalam perlembagaan baru untuk
memastikan politik didominasi oleh etnik Fiji dalam negara mereka sendiri.
Pengumuman tersebut membuatkan sebahagian etnik Fiji berkumpul di bangunan
kerajaan untuk meraihkan rampasan kuasa itu. Rentetan daripada keadaan ini,
terdapat khabar angin yang menyatakan bahawa sesetengah Indo-Fiji mula
meninggalkan bandar (Amey.2009:
--)
Kerajaan Bavadra hanya mampu bertahan selama enam minggu sebelum
dijatuhkan oleh Rabuka. Untuk kali pertama pihak
tentera ikut campur dalam
hal politik Fiji melalui pembentukan
kerajaan baru Fiji. Rabuka mengambil tindakan dengan perlahan-lahan dan
berhati-hati dalam merombak perlembagaan bagi memastikan perpaduan etnik Fiji
sama ada di dalam atau luar parlemen. Oleh karena itu, pembangunan
selepas kudeta Mei 1987 dianggap bagi menyatukan komuniti Fiji terutama di
antara timur dan barat. Propaganda mengenai isu ras merupakan faktor utama di
sebalik penggulingan atau kejatuhan parlimen malah ia juga merupakan kesan
penting terhadap alasan kudeta. Seperti yang dapat dilihat, ianya merupakan
syarat rasional daripada penjelasan ras dan akibat keperluan untuk
mempertahankan kepentingan etnik Fiji.
Setelah
situasi tidak menentu selama tiga tahun, akhirnya Rabuka menetapkan konstitusi
baru yang sangat diskriminatif, karena antara lain melarang orang India di Fiji
untuk menduduki jabatan penting pemerintahan. Rabuka menunjuk mantan gubernur
jenderal di zaman kolonial sebagai presiden republik. Tekanan dari berbagai
pihak, termasuk lembaga keuangan internasional dan donor yang sangat
berpengaruh terhadap ekonomi Fiji. Pada tahun 19-94 akhirnya Rabuka membentuk
Komisi Peninjau Konstitusi yang dipimpin oleh mantan gubernur jenderal Selandia
Baru, Sir Paul Reeves, dan beranggotakan wakil dari dua kelompok politik utama
di Fiji. Tugas mereka adalah memberi usulan untuk mengubah konstitusi 1990 yang
diskriminatif (Naruk, F. 2001: 7).
DAFTAR
PUSTAKA
Amey.2009.CatatanSejarahFiji,(online),(http://coretansejarah.blogspot.com/2009/11/fiji.html), diaskes pada tanggal 14 november
2009.
Naruk, F.2
September 2014. Konstitusi Fiji. Cidadaun
hlm, 7.
Foong &
Bee.--. Masyarakat India Dalam
Pembentukan Nasion: Perbandingan Antara Fiji Dan Malaysia.
Komandoko, G. 2010. Ensiklopedia Pelajar dan Umum.
Yogyakarta: Pustaka Widyatama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar