Jurang Cinta Antara Kulit Hitam dan
Putih
*
“Apakah hari ini kau lelah John?”
“Ya.., aku sangat lelah sekali hari ini May.” Johno
menjawab pertanyaan mesra Maysaroh sembari memeluknya. “Banyak sekali pekerjaan
hari ini di pabrik. Ayah mu mendapat pesanan besi yang sangat besar. Semua
pekerja tidak terkecuali aku harus bekerja lebih keras hari ini.” John
memeluknya lebih erat.
“Kau sangat kuat John. Terlihat dari warna kulit mu yang
sangat hitam ini dan badan mu yang begitu kekar.” sembari memegang erat tangan
Johno dan memandangnya dengan penuh makna.
“Benarkah itu may?, lalu kenapa kau mencintai seorang
laki-laki berkulit hitam seperti aku, sedangkan seluruh keluarga hingga nenek
moyang mu pun sangat membenci orang-orang hitam. Bukankah seharusnya kau tidak
mencintai ku dan harusnya kau membenci ku!.” Dengan nada pelan dan senyum John
mengucapkan pernyataan itu kepada Maysaroh.
Maysaroh pun terkejut dan melepas pelukan John. Maysaroh memandang
wajah John lebih dekat dan berbisik, “aku mencintai mu bukan karena apa yang
terlihat oleh mataku John, aku mencintai mu karena matahatiku melihat kebaikan
dan ketulusan hatimu.” Air mata merebak diseluruh bola mata maysaroh. “Aku
tidak peduli dengan nenek moyang ku, bahkan aku tidak peduli dengan keluargaku
yang sangat membenci ras mu. Persetan dengan mereka. Bukankah sebagai manusia
kita sama dihadapan Tuhan!, dan bukankah seharusnya kau, keluarga mu, teman mu,
hingga nenek moyang mu yang seharusnya menjadi tuan di tanah air mu ini!.”
Sembari kembali masuk kedalam pelukan Johno.
Johno mengusap air mata Maysaroh dengan kedua ibu jarinya
yang terlihat besar. “hatimu begitu baik May.” Mendekapnya lebih erat.
Hari semakin sore, suasana di dalam gang belakang pabrik
tempat mereka berdua bermesra semakin petang. Kemesraan merekapun lenyap
tertelan oleh keramaian Kota Johannesburg, yang merupakan salah satu kota besar
di Afrika Selatan. Lalu-lalang pejalan kaki dan suara perbincangan orang-orang
kulit putih di luar gang begitu mendesing. Keramaian itu menyadarkan kedua
insan itu dari tidur mereka. Mereka pun terperanjat dan saling memandang mesra.
Sadar akan petangnya hari, mereka berdua memutuskan untuk kembali kerumah.
Mereka berjalan bersama dan menikmati keramaian pinggir-pinggir jalan kota yang
penuh lalu-lalang manusia. Meskipun searah, akan tetapi rumah Maysaroh lebih
dekat dari pada pemukiman kumuh yang ditempati Johno. Sesampai depan rumah
Maysaroh, John harus rela melepas kemesraannya, karena sangat berbahaya apabila
sampai diketahui oleh ayah Maysaroh. John hanya bisa memandang dari jauh
detik-detik maysaroh masuk kedalam rumah, sembari melanjutkan perjalannannya ke
pemukiman khusus rakyat pribumi.
**
Dengan berjalan sedikit keletihan Maysaroh melintasi ruang
tamu dan mendapati ayahnya sedang duduk diatas kursi goyang serta menghisap
sigaret sambil membaca koran untuk hari ini. Kebiasaan saat hari menjelang
malam. “Selamat malam dad!!.” Sapa Maysaroh kepada ayahnya.
“Dari mana kau?” dengan nada marah. “Kau pergi lagi dengan si hitam itu!!” koran yang di pegangpun
dibanting di atas meja.
Maysaroh hanya bisa tertunduk dan gemetar saat mendapati
ayahnya sangat marah. Langkahnya terhenti didepan pintu kamar tidurnya yang
tidak jauh dengan ruang tamu. Sementara itu dengan nada yang sangat marah ayah
Maysaroh tetap meluncurkan kata-kata kasar kepadanya.
“Sudah 15 tahun sejak 1902, kita orang-orang Inggris yang
terhormat telah menjadi raja di tanah jajahan ini, dan mereka orang-orang
pribumi.. hanya menjadi sampah di tanah ini.” Dengan nada yang begitu amat
sombong Kartolo mengucapkan itu di hadapan Maysaroh. “Tapi kau.. Maysaroh, anak
seorang Bos besar pemilik industri besi terbesar di Afrika Selatan,, mencintai
seorang sampah!!!.” Dengan mata melotot ke arah Maysaroh. “Masih waraskah otak
mu May?? Bicara kau May, jangan menjadi bisu, kau anggap apa aku sebagai orang
tuamu. Pasti ibumu sangat sedih di alam baka sana melihat anaknya yang begitu
cantik mencintai seorang sampah.”
“Mereka bukan sampah seperti yang ayah pikirkan! Ayah dan
orang-orang Britania itulah yang amat serakah merampas hak-hak masyarakat
pribumi.” Maysaroh membalas cercaan ayahnya dengan air mata deras mengalir dari
matanya. “Kaulah yang membuat mereka terlihat seperti sampah.” Berbalik dari
pandangan lalu membuka pintu kamar tidur setelah itu Maysaroh masuk kedalam
kamar dan membanting pintu karena begitu marahnya dengan ayahnya.
“Dasar anak kurang ajar, aku akan buat perhitungan dengan si hitam itu. Aku akan mensukseskan
program pemerintah dengan memulangkannya di tempat ia dilahirkan sebagai
sampah.” Teriakan yang tidak mungkin digubris oleh Maysaroh.
***
Hari sudah mulai larut, pukul 20.00 Johno baru saja sampai
di pemukiman. Seperti biasa kedatangannya disambut oleh pamannya bernama Noah,
yang selalu setia menunggu keponakannya pulang dari pabrik. “Duduklah disini
John, disamping ku disini.”
“Baik paman, hari ini aku sangat lelah.” Sambil berjalan
menuju tempat duduk samping pamannya.
“tentunya kau sangat lelah John!!” sambil menuangkan wisky untuk John.
“Trimakasih paman.” Sambil meneguk wisky. “Kartolo mendapat pesanan besi yang amat besar untuk
pembangunan pabrik.”
“Oh,, bagus sekali itu John!. Pasti kau mendapatkan upah
yang sangat besarkan?.”
“iya.. tapi semua itu masih belum cukup untuk memperbaiki
kehidupan kita disini paman.” Dengan nada pesimis.
“setidaknya kau bisa membelikan wisky untuk paman mu ini John, nikmatilah hidup ini, hahaha...”
Johno pun juga ikut tertawa lepas. Suasana menjadi pecah
sesaat keduanya bersenda gurau. Tiga botol wisky
pun habis ditenggak oleh mereka berdua. Malam semakin larut dan wisky yang mereka tenggak pun sampai
pada tegukan yang terahir. Suasana yang semula pecah pun berubah menjadi sepi.
Terlihat kelelahan di raut wajah mereka. Tanpa sengaja dompet John terjatuh
dari sakunya. Dompet tergeletak dibawah kaki Noah dengan terbuka. Terlihat
gambar Maysaroh di dalam dompet Johno. Noah melihatnya dengan tersenyum dan
mengambil dompet itu. “John.. kau masih berhubungan dengan anak bos mu?.”Sambil
mengulurkan dompet kepada John.
“Ohh.. Paman, itu dompet ku!” dengan tersenyum.
“kau belum menjawab pertanyaan ku John.”
“aku tidak dapat membohongi perasaan ku paman.”
“lalu!!”
“yahh,, aku sadar terlanjur mencintainya paman.” Menghela
nafas panjang.
“aku tidak pernah melarang mu untuk mencintai wanita mana
saja John, tapi aku sangat mengawatirkan hubungan kalian.” Sambil merebahkan
badan di kursi kayu yang sudah amat tua, Noah memejamkan mata meresapi suasana
hening. “12 tahun sudah program pemerintah untuk memulangkan buruh-buruh
pribumi ke daerah asal berjalan, beberapa teman dan saudara kita telah terkena
dampak kebijakan brengsek itu. Di kota inilah kita dapat sedikit memperbaiki
kehidupan kita. Aku hanya berharap dengan berperilaku baik kepada orang-orang
borjuis itu dapat mempertahankan keberadaan ku dan bekerja kepadanya.” Kembali
membuka mata dan menatap John. “aku mengkawatirkan hubungan mu dengan anak itu
akan membawa masalah bagi keberadaanmu di sisni John!! Itu akan berdampak
kepada semua teman-teman kita yang bermukim di tempat kumuh ini.” kembali
merebahkan badan dan memejamkan mata.
“aku bisa mengerti
kekawatiran paman.”
“bukan maksut ku John.”
“Sudahlah paman, paman tidak perlu mengkawatirkan ku, aku
akan baik-baik saja di sini. Kita lakukan apa yang kita suka disini. Aku tidak
ingin terlalu jauh di jajah oleh orang-orang kulit putih brengsek itu. Dengan
mencintai Maysaroh aku ingin membuktikan kepada mereka, kita semua sama, dan
keserakahan yang membuat perbedaan ini.”
Noah tertidur di atas kursi tua yang ia duduki sesaat
mendengar ungkapan John. John pun merasa sangat lelah dan beranjak dari kursi
menuju kamar tidur yang hanya bersekatkan triplek. John merebahkan badan di
kamar dengan alas tikar tanpa selimut dan guling. Sambil memandangi atap yang
banyak celah-celah besar sehingga terlihat cahaya rembulan menerobos ke kamar
melalui celah-celah itu, John membayangkan wajah Maysaroh hingga tertidur
dengan sangat pulas.
****
Seperti biasa, pukul 07.00
pagi John berangkat menuju pabrik untuk bekerja. Akan tetapi ditengah
perjalanan menuju pabrik, John di kagetkan oleh kedatangan Maysaroh yang begitu
tiba-tiba. “ada apa May?,bukankah seharusnya kau ada di sekolah?” Dengan raut
wajah yang sangat terkejut Johno memegangi pundak Maysaroh dengan kedua
tangannya.
“John.. jangan pergi ke pabrik hari ini John!!” Maysaroh
mengucapkanya dengan gelisah.
“ada apa? Kenapa kau melarang ku bekerja?”
“tolong John, ini demi cinta kita.”
“jawab dulu pertanyaan ku May!!”
Maysaroh tertunduk lesu. “baiklah kalau kau memaksaku untuk
berbicara John.” Dengan nada lirih Maysaroh menjawab pertanyaan Johno. “hari
ini ayahku akan kepabrik membawa polisi bayaran untuk membawamu kembali ke
kampungmu John. Jangan pergi ke pabrik John!!” meyakinkan Johno.
“Ohh,, ternyata masalah itu sehingga kau melarangku pergi
ke pabrik!” Johno tersenyum sembari memegang kedua tangan Maysaroh.
“jangan ke pabrik john,”
“tenanglah May, ini hanya masalah kecil,” Johno mencoba
menenangkan Maysaroh. “aku akan pergi ke pabrik untuk meyakinkan ayah mu.
Pergilah kesekolah dan tunggu aku di gang belakang pabrik seperti biasa May.”
Johno memeluk Maysaroh.
“kembalilah untuk ku John, aku menunggumu di gang.” Sambil
melangkahkan kaki menuju kesekolah.
Johno juga meneruskan perjalanannya menuju pabrik. Namun
dalam perjalanan menuju pabrik Johno tidak dapat berhenti memikirkan apa yang
akan terjadi di pabrik nanti. Jelas sekali Johno tidak akan dapat mengelak jika
memang ia akan dipulangkan ke kampung halaman, karena ini bukan saja masalah
pribadi antara dirinya dengan ayah Maysaroh sebagai pemilik pabrik pengolahan
besi terbesar di Afrika Selatan. Pemulangan buruh pabrik, pembantu rumah tangga
dan buruh tani pribumi yang bekerja untuk orang-orang kulit putih akan
dipulangkan ke tanah kelahiranya. Orang-orang kulit putih menakutkan pertumbuhan
pesat orang-orang pribumi yang menetap di kota besar untuk menjadi pekerja atau
buruh kulit putih. 12 tahun sudah dari 20 tahun yang di rencanakan oleh
pemerintah untuk memulangkan orang-orang pribumi ke kampung asalnya. Saat ini
Malan berkuasa sebagai Perdana Menteri sejak tahun 1948, kebijkan ini semakin
gencar dilaksanakan seiring dengan keputusannya untuk menerapkan sistem apartheid secara total di Afrika
Selatan. Tidak terasa Johno telah sampai di depan pabrik. Suasana tidak seperti
biasanya, di depan pabrik ramai sekali orang-orang berkulit putih dengan
menggunakan seragam dan terselip pistol di pinggul mereka.
“itu diaa,,” Kartolo berteriak dengan kencang mengarah ke
Johno. “bawa anak itu, masukan dia di dalam truk!!”. Memerintah polisi bayaran
yang sudah siap untuk menangkap Johno.
“tunggu.. apa-apaan ini?” Johno mencoba menengelak.
“diam kau bocah ingusan!!” ucap salah satu polisi yang
menyeretnya.
“apa salah ku?”
“hahahaa....” kartolo tertawa sangat kencang. “lucu sekali
bocah hitam ini.”
“tunggu dulu Bos..”
“hei kau bocah ingusan,,” sambil menuding-nuding Johno.
“salah mu adalah kau terlahir sebagai orang hitam, hahaha...”. kembali tertawa
lebih kencang. “Aku akan memulangkanmu ke tempat asalmu bersama teman-teman mu.
Aku sudah menggantikan posisi kalian dengan pekerja-pekerja dari Eropa,
sekarang aku tidak takut untuk kehilangan kalian.”
“tunggu bos,, beri aku kesempatan.” Sambil menyembah
Kartolo.
“tak perlu menunggu nak, cepat seret dia ke truk!”
Berteriak kepada polisi bayaran yang memegangi Johno.”
“ini demi Maysaroh..” Johno berteriak kepada Kartolo. Namun dua polisi bayaran menyeretya
menjauh dari pabrik dan menggelandangnya ke atas truk bersama pekerja pabrik
yang lain. Truk pun berjalan melintasi jalan depan pabrik dan semakin jauh
meninggalkan pabrik. Johno tidak dapat mengelak untuk di kembalikan ke kampung
halamannya kembali dengan keluarga dan sodara-sodaranya, kembali hidup sebagai
orang yang penuh dengan kekurangan dan kemiskinan. Sementara itu, Maysaroh
harus menerima pil pahit menjadi seorang gadis muda yang mengidap stres, karena tidak kuat menahan beban
pikiran telah jauh dari Johno dan tidak mungkin dapat bertemu lagi dengannya. Setiap
hari didalam kamar yang menjadi penjara baginya, Maysaroh terus menyebut nama
Johno. Sepanjang mata terbuka, gadis malang itupun terus menyebut nama Johno
yang suadah amat jauh darinya dan tak tau lagi seperti apa nasibnya di sana.
THE END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar