Rabu, 20 Juli 2016

CERPEN YANG DIANGKAT DARI SEJARAH AFRIKA


Jurang Cinta Antara Kulit Hitam dan Putih
*
          “Apakah hari ini kau lelah John?”
          “Ya.., aku sangat lelah sekali hari ini May.” Johno menjawab pertanyaan mesra Maysaroh sembari memeluknya. “Banyak sekali pekerjaan hari ini di pabrik. Ayah mu mendapat pesanan besi yang sangat besar. Semua pekerja tidak terkecuali aku harus bekerja lebih keras hari ini.” John memeluknya lebih erat.
          “Kau sangat kuat John. Terlihat dari warna kulit mu yang sangat hitam ini dan badan mu yang begitu kekar.” sembari memegang erat tangan Johno dan memandangnya dengan penuh makna.
          “Benarkah itu may?, lalu kenapa kau mencintai seorang laki-laki berkulit hitam seperti aku, sedangkan seluruh keluarga hingga nenek moyang mu pun sangat membenci orang-orang hitam. Bukankah seharusnya kau tidak mencintai ku dan harusnya kau membenci ku!.” Dengan nada pelan dan senyum John mengucapkan pernyataan itu kepada Maysaroh.
          Maysaroh pun terkejut dan melepas pelukan John. Maysaroh memandang wajah John lebih dekat dan berbisik, “aku mencintai mu bukan karena apa yang terlihat oleh mataku John, aku mencintai mu karena matahatiku melihat kebaikan dan ketulusan hatimu.” Air mata merebak diseluruh bola mata maysaroh. “Aku tidak peduli dengan nenek moyang ku, bahkan aku tidak peduli dengan keluargaku yang sangat membenci ras mu. Persetan dengan mereka. Bukankah sebagai manusia kita sama dihadapan Tuhan!, dan bukankah seharusnya kau, keluarga mu, teman mu, hingga nenek moyang mu yang seharusnya menjadi tuan di tanah air mu ini!.” Sembari kembali masuk kedalam pelukan Johno.
          Johno mengusap air mata Maysaroh dengan kedua ibu jarinya yang terlihat besar. “hatimu begitu baik May.” Mendekapnya lebih erat.
          Hari semakin sore, suasana di dalam gang belakang pabrik tempat mereka berdua bermesra semakin petang. Kemesraan merekapun lenyap tertelan oleh keramaian Kota Johannesburg, yang merupakan salah satu kota besar di Afrika Selatan. Lalu-lalang pejalan kaki dan suara perbincangan orang-orang kulit putih di luar gang begitu mendesing. Keramaian itu menyadarkan kedua insan itu dari tidur mereka. Mereka pun terperanjat dan saling memandang mesra. Sadar akan petangnya hari, mereka berdua memutuskan untuk kembali kerumah. Mereka berjalan bersama dan menikmati keramaian pinggir-pinggir jalan kota yang penuh lalu-lalang manusia. Meskipun searah, akan tetapi rumah Maysaroh lebih dekat dari pada pemukiman kumuh yang ditempati Johno. Sesampai depan rumah Maysaroh, John harus rela melepas kemesraannya, karena sangat berbahaya apabila sampai diketahui oleh ayah Maysaroh. John hanya bisa memandang dari jauh detik-detik maysaroh masuk kedalam rumah, sembari melanjutkan perjalannannya ke pemukiman khusus rakyat pribumi.
**
          Dengan berjalan sedikit keletihan Maysaroh melintasi ruang tamu dan mendapati ayahnya sedang duduk diatas kursi goyang serta menghisap sigaret sambil membaca koran untuk hari ini. Kebiasaan saat hari menjelang malam. “Selamat malam dad!!.” Sapa Maysaroh kepada ayahnya.
          “Dari mana kau?” dengan nada marah. “Kau pergi lagi dengan si hitam itu!!” koran yang di pegangpun dibanting di atas meja.
          Maysaroh hanya bisa tertunduk dan gemetar saat mendapati ayahnya sangat marah. Langkahnya terhenti didepan pintu kamar tidurnya yang tidak jauh dengan ruang tamu. Sementara itu dengan nada yang sangat marah ayah Maysaroh tetap meluncurkan kata-kata kasar kepadanya.
          “Sudah 15 tahun sejak 1902, kita orang-orang Inggris yang terhormat telah menjadi raja di tanah jajahan ini, dan mereka orang-orang pribumi.. hanya menjadi sampah di tanah ini.” Dengan nada yang begitu amat sombong Kartolo mengucapkan itu di hadapan Maysaroh. “Tapi kau.. Maysaroh, anak seorang Bos besar pemilik industri besi terbesar di Afrika Selatan,, mencintai seorang sampah!!!.” Dengan mata melotot ke arah Maysaroh. “Masih waraskah otak mu May?? Bicara kau May, jangan menjadi bisu, kau anggap apa aku sebagai orang tuamu. Pasti ibumu sangat sedih di alam baka sana melihat anaknya yang begitu cantik mencintai seorang sampah.”
          “Mereka bukan sampah seperti yang ayah pikirkan! Ayah dan orang-orang Britania itulah yang amat serakah merampas hak-hak masyarakat pribumi.” Maysaroh membalas cercaan ayahnya dengan air mata deras mengalir dari matanya. “Kaulah yang membuat mereka terlihat seperti sampah.” Berbalik dari pandangan lalu membuka pintu kamar tidur setelah itu Maysaroh masuk kedalam kamar dan membanting pintu karena begitu marahnya dengan ayahnya.
          “Dasar anak kurang ajar, aku akan buat perhitungan dengan si hitam itu. Aku akan mensukseskan program pemerintah dengan memulangkannya di tempat ia dilahirkan sebagai sampah.” Teriakan yang tidak mungkin digubris oleh Maysaroh.
***
          Hari sudah mulai larut, pukul 20.00 Johno baru saja sampai di pemukiman. Seperti biasa kedatangannya disambut oleh pamannya bernama Noah, yang selalu setia menunggu keponakannya pulang dari pabrik. “Duduklah disini John, disamping ku disini.” 
          “Baik paman, hari ini aku sangat lelah.” Sambil berjalan menuju tempat duduk samping pamannya.
          “tentunya kau sangat lelah John!!” sambil menuangkan wisky untuk John.
          “Trimakasih paman.” Sambil meneguk wisky. “Kartolo mendapat pesanan besi yang amat besar untuk pembangunan pabrik.”
          “Oh,, bagus sekali itu John!. Pasti kau mendapatkan upah yang sangat besarkan?.”
          “iya.. tapi semua itu masih belum cukup untuk memperbaiki kehidupan kita disini paman.” Dengan nada pesimis.
          “setidaknya kau bisa membelikan wisky untuk paman mu ini John,  nikmatilah hidup ini, hahaha...”
          Johno pun juga ikut tertawa lepas. Suasana menjadi pecah sesaat keduanya bersenda gurau. Tiga botol wisky pun habis ditenggak oleh mereka berdua. Malam semakin larut dan wisky yang mereka tenggak pun sampai pada tegukan yang terahir. Suasana yang semula pecah pun berubah menjadi sepi. Terlihat kelelahan di raut wajah mereka. Tanpa sengaja dompet John terjatuh dari sakunya. Dompet tergeletak dibawah kaki Noah dengan terbuka. Terlihat gambar Maysaroh di dalam dompet Johno. Noah melihatnya dengan tersenyum dan mengambil dompet itu. “John.. kau masih berhubungan dengan anak bos mu?.”Sambil mengulurkan dompet kepada John.
          “Ohh.. Paman, itu dompet ku!” dengan tersenyum.
          “kau belum menjawab pertanyaan ku John.”
          “aku tidak dapat membohongi perasaan ku paman.”
          “lalu!!”
          “yahh,, aku sadar terlanjur mencintainya paman.” Menghela nafas panjang.
          “aku tidak pernah melarang mu untuk mencintai wanita mana saja John, tapi aku sangat mengawatirkan hubungan kalian.” Sambil merebahkan badan di kursi kayu yang sudah amat tua, Noah memejamkan mata meresapi suasana hening. “12 tahun sudah program pemerintah untuk memulangkan buruh-buruh pribumi ke daerah asal berjalan, beberapa teman dan saudara kita telah terkena dampak kebijakan brengsek itu. Di kota inilah kita dapat sedikit memperbaiki kehidupan kita. Aku hanya berharap dengan berperilaku baik kepada orang-orang borjuis itu dapat mempertahankan keberadaan ku dan bekerja kepadanya.” Kembali membuka mata dan menatap John. “aku mengkawatirkan hubungan mu dengan anak itu akan membawa masalah bagi keberadaanmu di sisni John!! Itu akan berdampak kepada semua teman-teman kita yang bermukim di tempat kumuh ini.” kembali merebahkan badan dan memejamkan mata.
          “aku  bisa mengerti kekawatiran paman.”
          “bukan maksut ku John.”
          “Sudahlah paman, paman tidak perlu mengkawatirkan ku, aku akan baik-baik saja di sini. Kita lakukan apa yang kita suka disini. Aku tidak ingin terlalu jauh di jajah oleh orang-orang kulit putih brengsek itu. Dengan mencintai Maysaroh aku ingin membuktikan kepada mereka, kita semua sama, dan keserakahan yang membuat perbedaan ini.”
          Noah tertidur di atas kursi tua yang ia duduki sesaat mendengar ungkapan John. John pun merasa sangat lelah dan beranjak dari kursi menuju kamar tidur yang hanya bersekatkan triplek. John merebahkan badan di kamar dengan alas tikar tanpa selimut dan guling. Sambil memandangi atap yang banyak celah-celah besar sehingga terlihat cahaya rembulan menerobos ke kamar melalui celah-celah itu, John membayangkan wajah Maysaroh hingga tertidur dengan sangat pulas.
****
          Seperti biasa, pukul 07.00  pagi John berangkat menuju pabrik untuk bekerja. Akan tetapi ditengah perjalanan menuju pabrik, John di kagetkan oleh kedatangan Maysaroh yang begitu tiba-tiba. “ada apa May?,bukankah seharusnya kau ada di sekolah?” Dengan raut wajah yang sangat terkejut Johno memegangi pundak Maysaroh dengan kedua tangannya.
          “John.. jangan pergi ke pabrik hari ini John!!” Maysaroh mengucapkanya dengan gelisah.
          “ada apa? Kenapa kau melarang ku bekerja?”
          “tolong John, ini demi cinta kita.”
          “jawab dulu pertanyaan ku May!!”
          Maysaroh tertunduk lesu. “baiklah kalau kau memaksaku untuk berbicara John.” Dengan nada lirih Maysaroh menjawab pertanyaan Johno. “hari ini ayahku akan kepabrik membawa polisi bayaran untuk membawamu kembali ke kampungmu John. Jangan pergi ke pabrik John!!” meyakinkan Johno.
          “Ohh,, ternyata masalah itu sehingga kau melarangku pergi ke pabrik!” Johno tersenyum sembari memegang kedua tangan Maysaroh.
          “jangan ke pabrik john,”
          “tenanglah May, ini hanya masalah kecil,” Johno mencoba menenangkan Maysaroh. “aku akan pergi ke pabrik untuk meyakinkan ayah mu. Pergilah kesekolah dan tunggu aku di gang belakang pabrik seperti biasa May.” Johno memeluk Maysaroh.
          “kembalilah untuk ku John, aku menunggumu di gang.” Sambil melangkahkan kaki menuju kesekolah.
          Johno juga meneruskan perjalanannya menuju pabrik. Namun dalam perjalanan menuju pabrik Johno tidak dapat berhenti memikirkan apa yang akan terjadi di pabrik nanti. Jelas sekali Johno tidak akan dapat mengelak jika memang ia akan dipulangkan ke kampung halaman, karena ini bukan saja masalah pribadi antara dirinya dengan ayah Maysaroh sebagai pemilik pabrik pengolahan besi terbesar di Afrika Selatan. Pemulangan buruh pabrik, pembantu rumah tangga dan buruh tani pribumi yang bekerja untuk orang-orang kulit putih akan dipulangkan ke tanah kelahiranya. Orang-orang kulit putih menakutkan pertumbuhan pesat orang-orang pribumi yang menetap di kota besar untuk menjadi pekerja atau buruh kulit putih. 12 tahun sudah dari 20 tahun yang di rencanakan oleh pemerintah untuk memulangkan orang-orang pribumi ke kampung asalnya. Saat ini Malan berkuasa sebagai Perdana Menteri sejak tahun 1948, kebijkan ini semakin gencar dilaksanakan seiring dengan keputusannya untuk menerapkan sistem apartheid secara total di Afrika Selatan. Tidak terasa Johno telah sampai di depan pabrik. Suasana tidak seperti biasanya, di depan pabrik ramai sekali orang-orang berkulit putih dengan menggunakan seragam dan terselip pistol di pinggul mereka.
          “itu diaa,,” Kartolo berteriak dengan kencang mengarah ke Johno. “bawa anak itu, masukan dia di dalam truk!!”. Memerintah polisi bayaran yang sudah siap untuk menangkap Johno.
          “tunggu.. apa-apaan ini?” Johno mencoba menengelak.
          “diam kau bocah ingusan!!” ucap salah satu polisi yang menyeretnya.
          “apa salah ku?”
          “hahahaa....” kartolo tertawa sangat kencang. “lucu sekali bocah hitam ini.”
          “tunggu dulu Bos..”
          “hei kau bocah ingusan,,” sambil menuding-nuding Johno. “salah mu adalah kau terlahir sebagai orang hitam, hahaha...”. kembali tertawa lebih kencang. “Aku akan memulangkanmu ke tempat asalmu bersama teman-teman mu. Aku sudah menggantikan posisi kalian dengan pekerja-pekerja dari Eropa, sekarang aku tidak takut untuk kehilangan kalian.”
          “tunggu bos,, beri aku kesempatan.” Sambil menyembah Kartolo.
          “tak perlu menunggu nak, cepat seret dia ke truk!” Berteriak kepada polisi bayaran yang memegangi Johno.”
          “ini demi Maysaroh..” Johno berteriak kepada  Kartolo. Namun dua polisi bayaran menyeretya menjauh dari pabrik dan menggelandangnya ke atas truk bersama pekerja pabrik yang lain. Truk pun berjalan melintasi jalan depan pabrik dan semakin jauh meninggalkan pabrik. Johno tidak dapat mengelak untuk di kembalikan ke kampung halamannya kembali dengan keluarga dan sodara-sodaranya, kembali hidup sebagai orang yang penuh dengan kekurangan dan kemiskinan. Sementara itu, Maysaroh harus menerima pil pahit menjadi seorang gadis muda yang mengidap stres, karena tidak kuat menahan beban pikiran telah jauh dari Johno dan tidak mungkin dapat bertemu lagi dengannya. Setiap hari didalam kamar yang menjadi penjara baginya, Maysaroh terus menyebut nama Johno. Sepanjang mata terbuka, gadis malang itupun terus menyebut nama Johno yang suadah amat jauh darinya dan tak tau lagi seperti apa nasibnya di sana.
THE END

Tidak ada komentar: