Selasa, 26 Juli 2016

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN GRESIK SEBAGAI KOTA PELABUHAN PESISIR UTARA PULAU JAWA


PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN GRESIK SEBAGAI KOTA PELABUHAN PESISIR UTARA PULAU JAWA

Oleh:
Slamet Rohman         120731400288


A. Jejak Awal Peradaban Islam di Gresik
1.      Jejak Awal Penyebaran Islam di Nusantara Hingga ke Jawa
Kehadiran Islam di berbagai daerah di Nusantara tidak bersamaan. Islam masuk ke Nusantara melalui jalur pelayaran dan perdagangan Internasional yang sudah di mulai sejak awal berdirinya kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha di Nusantara terutama Sriwijaya dan Majapahit, sebelum Islam masuk ke Nusantara terlebih dahulu dua kerajaan besar tersebut telah menguasai hampir seluruh bagian Nusantara beserta wilayah pelayaran dan perdagangannya. Kemunculan kerajaan Sriwijaya berkisar pada abad ke-7 Masehi[1]. Mulai permulaan abad ke-15 muncul beberapa kerajaan Islam di bagian Utara Pulau Sumatra dan semenanjung Tanah Melayu.[2]
Mengetahui lebih awal tentang masuknya islam sebelum terbentuknya sebuah kerajaan islam seperti yang di jelaskan pada uaraian sebelumnya, berdasarkan prasasti lingor 775, kekuasaan Sriwijaya telah sampai ke daerah kedah. Sekitar abad ke-9 terjadi sebuah pemberontakan yang dilakukan oleh petani-petani Cina Selatan terhadap kekuasaan T’ang masa pemerintahan Kaisar Hi-Tsung (878-889) di mana Orang-orang Muslim turut serta dalam pemberontakan tersebut dan mengakibatkan banyak orang Muslim yang di bunuh dan akhirnya mereka mencari perlindungan ke kedah yang telah menjadi kekuasaan kerajaan Sriwijaya. Sriwijaya yang pada keuasaanya sampai ke Kedah melakukan perlindungan terhada Orang-orang Muslim tersebut.[3] Uraian berikut memberi bukti kedatangan Islam di wilayah Nusantara pada masa Sriwijaya di awali dari Katon lalu berpindah ke Kedah menuju Palembang dan sekaligus menjadi awal Islamisasi di Sumatra sekaligus di Nusantara yang menyebabkan berdirinya sebuah kerajaan Islam Nusantara yang pertama di pesisir laut timur, Lhok Seumawe yaitu Samudra Pasai sekitar abad ke-13 dan akibat dari Islamisasi di daerah-daerah pesisir utara pulau Sumatra yang telah di lewati oleh para pedagang Islam dan melemahnya Kerajaan Sriwijaya karena adanya ekspedisi pamalayu yang dilakukan oleh Kerajaan yang berada di pulau Jawa yaitu Singhasari-Majapahit.
Bedasarkan uraian-uraian diatas jelas di sebutkan Kerajaan Islam yang pertama adalah Samudra Pasai yang berada di Aceh Utara akibat dari keruntuhan Sriwijaya dari Kerajaan Majapahit. Keruntuhan Sriwijaya di gantikan oleh Majapahit yang menjadi penguasa sesudah Sriwijaya dan Majapahit menguasai hampir semua yang telah di kuasai oleh Sriwijaya sebelumnya, termasuk Samudra Pasai. Akibat dari kekacauan yang terjadi akibat perebutan-perebutan kekuasaan di kalangan raja-raja. Kekacauan tersebut mengakibatkan melemahnya pemantauan terhadap daerah kekuasaan yang jauh dari pusat ibu kota dan berdampak pada keberhasilan Samudra Pasai dan Malaka dalam mencapai puncak kejayaan hingga abad ke-16.[4]
Sebelum kemunduran Kerajaan Majapahit terjadi telah terlebih dahulu ada hubungan perdagangan yang terjadi di Pesisir Utara Pulau Jawa dengan pedagang Islam terutama dari kerajaan Samudra Pasai.[5] Uraian berikut memberikan bukti bahwa pada masa kekuasaan Majapahit telah ada hubungan dagang dengan pedagang-pedagang Muslim yang memungkinkan adanya Islamisasi di Utara Pulau Jawa pada saat Majapahit masi berkuasa, seperti yang pernah terjadi sebelumnya yaitu Islamisasi yang terjadi di Utara Pulau Sumatra pada masa kekuasaan Sriwijaya. Kemungkinan atas analisis tersebut masih belum cukup dapat menguatkan akan pendapat bahwa Islamisasi yang terjadi di Pulau Jawa yaitu di awali pada masa-masa Majapahit Masih Berkuasa, sebab saat Majapahit masih berkuasa Hindu masih kental melekat di masyrakat Jawa kususnya Jawa Timur, adapun kemungkinanan sangat kecil. Bukti peninggalan bahwa terjadi kontak dengan Islam yaitu batu Nisan Kubur Fatimah binti Maimun di leran (Gresik) yang berangka tahun 475 H (1082 M)[6]. Bukti tersebut tidak dapat di jadikan landasan sebagai anggapan bahwa telah terjadi Islamisasi di pulau jawa, karena jelas bukti tersebut menuliskan angka tahun sekitar abad ke-11dan pada tahun ini Majapahit jelas masih menguasai dan masih berada pada kejayaanya, akan tetapi bukti tesebut dapat membuktikan bahwa pada masa kejayaan Majapahit wilayah Gresik merupakan daerah yang sangat berarti bagi Majapahit maupun pedagang Islam tersebut. Bukti tersebut juga memberikan informasi yang penting untuk menganalisis orang beraliran apakah yang datang ke Pulau jawa kususnya Gresik sebagai tempat penemuan bukti arkeologi tersebut.
Menganalisis nisan tersebut, tulisan yang terdapat pada nisan tersebut adalah tulusisan Arab yang bergaya kufi. Besar kemungkinan pedagang n Islam yang berdatangan  dipulau jawa umumnya adalah beraliran sufi.[7]

2.      Proses Islamisasi di Gresik

Uaraian sebelum telah di jelaskan bukti kedatangan Islam di jawa adalah di kota Gresik. Bukti tersebut tidak dapat di jadikan sebagai acuan terhadap proses Islamisasi di pulau Jawa Kususnya pelabuhan utara pulau Jawa. Beberapa bukti yang lebih dapat untuk di jadi acuan diantaranya yaitu penemuan beberapa puluh nisan kubur di Troloyo, Trowulan, dan Gresik pada sekitaran abad ke-13. [8]Bukti tersebut bisa di jadikan sebagai acuan awal mulainya ada proses Islamisasi yang terjadi di jawa Timur kususnya kota Gresik. Bukti tersebut menerangkan angka tahun sekitar abad ke-13 yaitu, Majapahit saat itu masih Berjaya dan masih menguasai seluruh nusantara dengan baik, namun tetap bukti tersebut dapat di jadikan acuan bahwa pada abad tersebut mulai terjadi Islamisasi di kota Gresik meskipun tidak terlalu siknifikan di bandingkan dengan masa yang mendatang karena jelas bahwa Majapahit masih menguasai daerah Gresik dan daerah sekitarnya maupun Nusantara.
Berita Ma-huan tahun 1416 yang menceritakan orang-orang Muslim yang bertempat tinggal di Gresik, mebuktikan bahwa baik di pusat kerajaan Majapahit maupun di pesisir, terutama di kota-kota pelabuhan, telah terjadi proses Islamisasi dan terbentuknya masyarakat Muslim.[9] Berita Ma-huan tersebut meberikan informasi yang kongkrit tentang terjadinya Islamisasi yang terjadi di Kota Gresik. Jelas di uraikan pada berita Ma-huan bahwa telah terbentuk masyarakat Muslim dan memungkin bahwa adanya mobilitas sosial yang terjadi di kalangan orang Muslim tersebut. Mobilitas yang kemungkinan terjadi tersebut mendorong para masyrakat muslim untuk melakukan dominasi terhadap kehidupan sosial di masyarakat sekitar Gresik yang masih kental dengan Agama Hindu. Dominasi tersebut mungkin juga terjadi pada aspek politik, budaya, ekonomi dan lain sebagainya.
Dominasi tersebut kemungkinan benar terjadi, karena menurut berita tradisi kerajaan Majapahit telah runtuh tahun 1478 M.[10] Berdasarkan berita dari mahuan tersebut jelas di katakan angka tahun yaitu 1416 yang hampir bersamaan dengan keruntuhan kerajaan Majapahit. Menganalisis berita tersebut dengan tahun keruntuhan Majapahit, kemunkinan besar telah terbentuk subuah masyarakat Muslim di pesisir pantai Gresik lebih awal dari pada tahun yang di informasikan oleh Ma-huan, kerena berdasarkan informasi yang di dapat dari berbagai sumber  telah terjadi kekacauan-kekacauan di pusat pemerintahan Majapahit sebelum keruntuhanya serta di lihat dari letak geografis dan jalur perdagangan pesisir merupakan tempat persinggahan dan tempat perdagangan pertama oleh para pedagang, oleh karena itu lah kemungkinan besar yang lebih dahulu terbentuk masyarakat muslim adalah di daerah pesisir kusunya pesisir kota Gresik, yang sejak kejayaan Majapahit telah menjadi Bandar besar dalam perdagangan dan pelayaran Internasional
. Uraian diatas menguatkan akan analisis bahwa telah terjadi Islamisasi di pesisir pantai maupun pusat kota Gresik dan kuat sekali akan anggapan bahwa telah terjadi dominasi sosial oleh masyarakat muslim yang bermikim di Gresik karena telah terjadi kekacauan di Majapahit sehingga mengakibatkan melemahnya pantauan akan perdagangan maupun kehidupan sosial masyarakatnya serta kepercayaan penduduk Agama Hindu kepada kerajaannya menjadi luntur dan memungkinkan untuk penduduk tersebut terpengaruh dan mengikuti ajaran Islam yang telah bebas berkembang di pusat maupun pesisir kota Gresik.
Proses Islamisasi mencapai kekuasaan politik yang memunculkan kerajaan besar yang pertama di Jawa yaitu Demak. Sebagaimana telah dikatakan, bahwa karena situasi dan kondisi politik di Majapahit yang lemah karena pepecahan dan peperangan di kalangan keluarga raja-raja dalam perebutan mkekuasaan, maka kedatangan dan penyebaran Islam makin di percepat. Bupati-bupati pesisir kususnya pesisir kota Gresik merasa bebas dari pengaruh kekuasaan raja-raja Majapahit. Kebebasan tersebut meyakinkan akan kekuasaanya sendiri di segala bidang kehidupan sosial.

3.      Perkembangan Islam di Gresik

Pesantren adalah lembaga pendidikan agama yang didirikan oleh para ulama. Ulama mendidik santri-santrinya dari berbagai daerah Nusantara. Gresik merupakan daerah yang memiliki lpengaruh yang kuat terhadap perkembangan dan penyebaran Agama Islam. Gresik merupakan kota pesantren, Maulana Malik Ibrahim mendirikan pondok pesantren yang berada di Gapuro Gresik, sedangkan yang lebih muda lagi dari Maulana Malik Ibrahim adalah raden Patah (Sunan Giri) di bukit Giri-Gresik[11]. Santri datang dari berbagai daerah, Maluku, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, dan daerah lain di sekitarnya. Uraian tersebut jelas memberikan informasi tentang peran KotaGresik sebagai kota pesisir selain berguna sebagai jalur perdagangan Nusantara tapi juga sebagai jalur penyebaran Agama Islam di Hampir seluruh pulau di Nusantara yang menciptakan Raja-raja baru yang bernuansa Islami begitu juga para rakyatnya.
Menganalisis tentang pendirian pesantren oleh para sunan yang termasuk salah satu dari Wali Songo, terlebih lagi Malik Ibrahim adalah perintis teritorial dakwah dan setelah wafat di gantikan oleh Sunan Giri (Raden Patah), peran wali dalam penyebaran Agama Islam di Gresik tersebut memberikan gambaran bahawa para wali mengambil peran penting dalam penyebaran agama di kota Gresik.

B. Perdagangan  dan Pelayaran Pelabuhan Gresik

1.      Pelabuhan Gresik Sebagai Pusat Pelayaran

Gresik merupakan kota pesisir yang sudah lama menjadi tempat perdagangan melaluai jalur perdagangan. Dari jaman Majapahit sampai kekuasaan Islam, Gresik merupakan pelabuhan yang ramai di datangi oleh para saudagar. Sebelum Gersik menjadi pelabuhan yang besar dan banyak di kunjungi oleh para pedagang atau saudagar dari berbagai daerah maupun manca negara, pada abad ke-11 terlebih dahulu adalah Tuban sebgai pelabuhan terbesar dan teramai sebelum Gresik. Menurut sumber yang ada, pada akhir abad ke-16 kapal-kapal yang mengunjunginya sudah berkurang. Tuban dikelilingi tembok yang tebal dan tidak mudah dikalahkan. Tome’pires maupun pengunjung-pengunjung Belanda yang singgah di Tuban pada tahun 1599 sangat kagum akan kekayaan yang di pamerkan, antara lain ada pawai dari Gajah, kuda dan anjing. Abad ke-16 kapal-kapal dagang seperti yang telah di sebutkan tadi lebih suka di Gresik dari pada di tuban. Sumber-sumber tidak memberikan kejelasan akan penyebab masalah ini, tetapi yang paling mencolok bahwa pada waktu ini Tuban menggunakan kekerasan untuk memaksa kapal-kapal datang kepelabuhannya.[12]
Kapal-kapal yang berlayar dari Banjamasin ke Gresik di cegat oleh Tunban tiga kali. Berita lain menyatakan bahwa jung-jung cinapun dipaksakan masuk ke Tuban. Pernah terjadi pertempuran di laut yang berakhir dengan kekalahan jung Cina, dan seluruh muatannya di sita. Persaingan antar pelabuhan kota tersebut turut melemahkan politik ekspansi Mataram. Pada tahun 1619 Tuban di kuasai oleh Mataram, lalu disusul oleh Gresik pada tahun 1623 dan Surabaya pada tahun 1625, tetapi pada tahun tersebut seluruh pesisir telah di kuasai penuh oleh Sultan Mataram yakni sultan Agung. Pelabuhan-pelabuhan yang di sebut itu, Bandar Gresik merupakan pelabuhan yang utama.[13] Uarai berikut memberikan kejelasan bahwa kota pepesisir Gresik pernah di curangi oleh pelabuhan yang bertetangga dengan Gresik yang tidak dapat menerima perkembangan pelabuhan di Gresik sehingga pihak dari Tuban melakukan kecurangan-kecurang yang menyebabkan peperangan dan pertumpahan darah.
Menganilis lebih dalam tentang persaingan tersebut, memang benar jika persaingan-persaingan tersebut dapat melemahkan ekspansi Mataram yang bertujuan menguasai dan menyatukan seluruh pesisir utara pulau Jawa. Setelah Gresik, Tuban, Surabaya, dan wilayah-wilayah yang lain  dapat di kuasai oleh Mataram perselisihan tersebut namapaknya dapat di hentikan, karena berada di dalam kekuasaan Mataram yang mungkin menginginkan pelabuhan-pelabuhan tersebut bersatu. Pada kenyataannya pelabuhan Gresik yang tetap memiliki eksis tensi dalam jalur pelayaran dan perdagangan, dan terbukti semakin ramai.

2.      Ekspor dan Impor

Awal abad ke-16 Banda mengimpor kain dan tenunan halus dari negri-negri Asia di sebelah barat, yang di bawa oleh kapal-kapal Portugis menurut catatan Pires. Pedagang-pedagang kecil dari Jawa dan Melyu membawa tenunan kasar menurut pires. Raja Gresik juga sering memborong kain-kain halus dan sutra yang di masukan kebandarnya dengan maksut untuk mengimpornya lagi ke Banda dan tempat lain di Maluku. Kain halus tersebut tidak hanya diperlukan sebagai pakaian raja dan keluarganya serta kaum bangsawan lainnya, tetapi disimpan sebagai harga bersama barang lain, seperti gong tembaga, gading dan tembikarhalus.[14]
Pelabuhan-pelabuhan di pantai utara pulau Jawa mengumpulkan beras dari pedalaman, sehingga merupakan tempat singgah yang penting bukan hanya untuk mencukupibekal pelayaran tetap iuntuk di bawa kedaerah rempah-rempah itu (Poesponegor & Notosusanto. 1993:149). Menganalisis uraian berikut pengumpulan beras tersebut pastilah banyak terjadi di pelabuhan Gresik, karena seperti yang sudah dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa sejak kemunduran pelabuhan Tuban yang berkembang pesat setelahnya adalah Gresik, oleh karena itu patut untuk menganalisis hal tersebut karena ada sumber yang dapat menguatkan pendapat tersebut.
Meskipun uraian tersebut tidak secaraditail menjelaskan jenis-jenis barang yang di ekspor dan di impor oleh pelabuhan gresik, akan tetapi sudah ada sedikitbukti dari penjelasan diatas bahwa Gresik juga melakukan Ekspor dan impor, meskipun barang yang di perdagangkan bukan hasil dari daerah sendiri, namun hasil ekspor impor tersebut bisa menjadi bukti bahwa pelabuhan Gresik merupakan tempat perdagangan yang ramai dan besar.



[1] M. D. Poesponegoro. N. Notosusanto, “ Sejarah Nasional Indonesia II (zaman Kuno), 2010, hlm. 67
[2] M. D. Poesponegoro. N. Notosusanto, “ Sejarah Nasional Indonesia II (zaman Kuno), 2010, hlm. 94
[3] M. D. Poesponegoro. N. Notosusanto, “ Sejarah Nasional Indonesia III,1993, hlm. 2, Syed Naguib al-Attas mengatakan bahwa Orang-orang  Muslim yang di perkirakan sejak abad ke-7, telah memiliki perkampungan di Katon menunjukan kegembiraannya menyaksikan derajat keagamaan yang tinggi dan otonomi pemerintah: dimana mereka akan memelihara kelangsungan perkampungan serta organisasi masyarakatnya di Kedah dan Palembang.

[4] M. D. Poesponegoro. N. Notosusanto, “ Sejarah Nasional Indonesia III,1993, hlm. 4
[5] M. D. Poesponegoro. N. Notosusanto, “ Sejarah Nasional Indonesia III,1993, hlm. 5, Pertumbuhan masyarakat Muslim di sekitar Majapahit dan terutama di beberapa kota pelabuhannya erat pula hubunganya dengan perkembangan pelayaran yang di lakuan orang-orang Muslim yang telah mempunyai kekuasaan ekonomi dan politik di Samudra Pasai dan Malaka.
[6] J.P Moquette, “Mohammedaansche inscriptie of java : M. D. Poesponegoro. N. Notosusanto, “ Sejarah Nasional Indonesia III,1993, hlm. 4
[7] S.S. Mustakim, Artikel, Islamisasi di Kota Gresik.
[8] M. D. Poesponegoro. N. Notosusanto, “ Sejarah Nasional Indonesia III,1993, hlm. 4
[9] M. D. Poesponegoro. N. Notosusanto, “ Sejarah Nasional Indonesia III,1993, hlm. 5
[10] M. D. Poesponegoro. N. Notosusanto, “ Sejarah Nasional Indonesia II,2010 hlm. 477
[11] S.S. Mustakim, Artikel, Islamisasi di Kota Gresik.
[12] M. D. Poesponegoro. N. Notosusanto, “ Sejarah Nasional Indonesia III,1993, hlm. 128
[13] M. D. Poesponegoro. N. Notosusanto, “ Sejarah Nasional Indonesia III,1993, hlm. 128
[14] M. D. Poesponegoro. N. Notosusanto, “ Sejarah Nasional Indonesia III,1993, hlm. 144

PERKEMBANGAN BEMO DI KOTA JAKARTA DARI TAHUN 1962 SAMPAI 2014 SEBAGAI BUKTI PERKEMBANGAN TEKNOLOGI TRASNPORTASI NUSANTARA


PERKEMBANGAN BEMO DI KOTA JAKARTA DARI TAHUN 1962 SAMPAI 2014 SEBAGAI BUKTI PERKEMBANGAN TEKNOLOGI TRASNPORTASI NUSANTARA


Oleh:
Slamet Rohman

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
            Melalui akalnya,manusia selalu bertanya apa, mengapa dan bagaimana. Melalui akal pula, manusia selalu mencari jawaban yang dapat memuaskan rasa ingin taunya. Jawaban-jawaban tersebut tentu saja berbeda sesuai dengan daya nalar masing-masing. Namun, jawaban-jawaban itulah yang kemudian melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi (Sutardi, T. 2007:44). Teknologi merupakan pengetahuan terhadap penggunaan alat dan kerajinan, dan bagaimana hal tersebut mempengaruhi kemampuan untuk mengontrol dan beradaptasi dengan lingkungan alamnya. Teknologi juga dapat diartikan benda-benda yang berguna bagi manusia, seperti mesin, tetapi dapat juga mencakup hal yang lebih luas, termasuk sistem, metode organisasi, dan teknik. Istilah ini dapat diterapkan secara umum atau spesifik: contoh-contoh mencakup teknologi Konstruksi, teknologi medis, atau state of the art teknologi (http://arydj.files. 2009:--). Teknologi sangat di butuhkan oleh manusia dalam rangka untuk mempertahankan eksistensinya di muka bumi dengan memanfaatkannya sebagai alat pendukung pemenuhan kebutuhan dasar manusia. Perkembangan teknologi akan terus berjalan seiring berkembangnya Sumber Daya Manusia dan semakin kompleksnya kebutuhan manusia. Hal ini akan mendorong teknologi terus berkembang sesuai dengan zaman dimana teknologi itu di butuhkan manusia. Perkembangan teknologi juga menggambarkan kemajuan suatu wilayah yang memanfaatkan teknologi sebagai alat pemenuhan dasar masyarakatnya.
            Sejak zaman prasejerah, Indonesia sudah mengenal teknologi yang di gunakan manusia pada saat itu untuk memenuhi kebutuhan dasarnya. Dari berbagai temuan, dapat diindikasikan bahwa sejak zaman prasejarah perkembangan teknologi di Indonesia sudah maju. Begitu juga berlanjut pada masa kuno, Indonesia semakin lebih maju teknologi yang di kembangkan. Pada masa kuno, pengembangan teknologi yang sudah ada lebih dulu pada masa prasejarah masih terus di kembangkan. Selama masa kolonialisme Hindia-Belanda Indonesia juga mengalami perkembangan teknologi yang banyak di pengaruhi oleh Eropa. Penggunaan alat tersebut digunakan untuk kepentingan Belanda sebagai pendukung berlangsungnya kolonialisasi. Teknologi yang berkembang pada masa Hindia-Belanda juga di operasikan oleh masyarakat pribumi, hingga jatuhnya Hindia-Belanda di Indonesia. Kemajuan teknologi di Indonesia banyak di pengaruhi oleh produk-produk dari luar negeri. Setelah mencapai kemerdekannya pada tahun 1945, Indonesia terus melakukan usaha untuk memajukan bidang teknologinya guna memenuhi kompleksnya kebutuhan masyarakat Indonesia dan masyarakat yang sumberdaya manusianya semakin bekembang.
            Pengembangan teknologi terutama dilaksanakan pada kota-kota besar di Indonesia. Berbagai bidang teknologi, baik produk impor maupun dalam negeri terus di galakan sebagai wujut pemerataan teknologi setelah kemerdekaan dan suatu usaha dalam rangka membawa Indonesia ke gerbang sebuah kemajuan. Pengembangan teknologi tidak serta merta dilaksanakan karena suatu ajang gengsi negara yang baru merdeka, namun hal ini dilakukan untuk mengimbangi kemajuan yang ada di dunia dan terjadinya suatu keadaan dimana harus membutuhkan teknologi yang lebih maju dalam memenuhi kebutuhan masyarakat.
            Jakarta merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang mengalami kemajuan pesat di dalam segala bidang tak terkecuali dalam bidang teknologi. Selain sebagai Ibu Kota Negara, Jakarta sudah sejak dulu menjadi wilayah yang sangat ramai. Segala aktivitas masyarakat yang kompleks terjadi di kota ini, mulai dari aktifitas ekonomi, sosial,  dan budaya. Setelah kemerdekaan Kota Jakarta maju semakin pesat, dimana banyak bangunan-bangunan modern didirikan dan pabrik-pabrik yang membutuhkan sebuah teknologi didalamnya guna memperlancar proses tersebut. Salah satu teknologi yang berkembang begitu mencolok yaitu moda transportasi darat. Pertumbuhan penduduk yang terus bertambah setiap tahunya dan kebutuhan akan transportasi darat mendorong pemerintah dalam menyediakan moda transportasi darat yang tidak sedikit. Sejak tahun 1960-an pemerintah giat melakukan pembangunan dalam bidang transportasi.
            Salah satu moda transportasi darat yang begitu penting di Jakarta yaitu Bemo. Sejak pertama dilegalkannya transportasi atau angkutan ini, prospek penggunaan bemo selalu meningkat searah dengan kebutuhan masyarakat. Perkembangan bemo di Jakarta terlihat bagaimana masyarakat menggantungkan beberapa aktivitasnya menggunakan bemo. Namun semakin berkembangnya teknologi dan semakin ketatnya dalam perizinan berbagai moda transportasi darat di Jakarta membuat bemo semakin terpinggir. Terlepas dari semua itu, bemo merupakan salah satu bukti perkembangan teknologi di nusantara dan memiliki kaitan penting dalam sejarah perkembangan teknologi di Indonesia. Maka dari itu, makalah ini akan membahas tentang perkembangan angkutan bemo di Kota Jakarta yang berjudul “ Perkembangan Bemo di Kota Jakarta Dari Tahun 1962 sampai 2014 sebagai Bukti Perkembangan Teknologi Transportasi Nusantara.”

1.2 Rumusan Masalah
1.2.1 Bagaimana awal-mula masuknya Bemo di Kota Jakarta?
1.2.2 Bagaimana perkembangan Bemo di Kota Jakarta dari tahun 1962 sampai 2014?
1.3 Tujuan Masalah
1.3.1 Untuk mengetahui awal-mula masuknya Bemo di Kota Jakarta.
1.3.2 Untuk mengetahui perkembangan Bemo di Kota Jakarata dari tahun 1962 sampai 2014.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Awal-mula masuknya Bemo di Kota Jakarta
            Manusia adalah mahkluk yang dinamis dan tidak bisa berdiam diri dalam waktu lama. Mereka selalu ingin bergerak, berpindah, dan melakukan aktivitas. Di masa modern, aktivitas manusia sangat terbantu dengan adanya teknologi yang memudahkan pergerakan tiap individu. Ketika kendaraan bermotor di temukan sebagai alat transportasi maka manusia tidak perlu repot kepanasan atau kehujanan untuk berpergian.waktu tempuh menjadi singkat dan menyenangkan (Kusmagi, M., A. 2010: 4). Begitu juga masyarakat di Jakarta, sebagai mahkluk yang dinamis dan tidak dapat berdiam diri membutuhkan sebuah teknologi modern yang dapat membantu segala aktivitas masyarakat Jakarta. Hal ini didukung juga dengan status Jakarta sebagai Ibu Kota, sudah barang tentu segala aktivitas pasti membutuhkan suatu teknologi yang modern, seperti kendaraan ataupun alat transportasi yang menggunakan mesin. pada tahun 1960-an di Jakarta bemo merupakan moda transportasi yang modern dan sangat di butuhkan masyarakat Jakarta. Sebagai kota yang menjadi tujuan pembangunan Negara dalam menuju kemajuan, Jakarta sudah selayaknya di bangun sarana transportasi yang modern. Pembelian bemo merupakan langkah awal pemerintah dalam rangka menuju kemajuan teknologi di Indonesia, karena pada saat itu kendaraan seperti bemo masih sangat modern dan canggih.
            Sebelum masuknya bemo di Indonesia, pada zaman Hindia-Belanda kendaraan yang menggunakan mesin sudah dikenal. Sekitar, dekade pertama tahun 1900-an, telah ada industri perakitan mobil milik General Motors. Lambat laun, produk industri otomotif menjadi kebutuhan yang penting di wilayah Hindia-Belanda sendiri. Namun demikian, perkembangan dunia otomotif di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari beberapa orang Belanda yang mengimpor kendaraan bermotor, diantaranya John C. Potter dari Probolinggo yang memesan sepeda motor Hildobrand Und Wolfmuller pada tahun 1893. Impor kendaraan mulai berkembang sejak tahun 1911. Hal itu terbukti dengan di selenggarakannya reli mobil lintas Jawa. Masyarakat Jawa menamakan Mobil dengan nama “kereta setan”  (Sachari, A. 2007: 150).  Kendaraan mengguakan mesin mulai dikenal masyarakat Indonesia, khusunya masyarakat Jawa berkat orang-orang Belanda yang mengimpor kendaraan bermesin. Masyarakat Jawa yang baru mengenal jenis kendaraan tersebut masih menganggap teknologi tersebut sesuatu yang unik.
            Masyarakat Jawa masih menganggap teknologi tersebut sebagai sesuatu yang baru. Hal ini di sebabkan kendaraan yang di gunakan masyarakat Jawa pada saat itu masih menggunakan tenaga hewan seperti Kuda. Orang Belanda berperan dalam mengenalkan kepada masyarakat Jawa terhadap kendaraan menggunakan mesin sehingga masyarakat saat itu menyebutnya sebagai kereta setan. Kendaraan menggunakan tenaga mesin tersebut, pemakainannya hanya terbatas pada kalangan orang-orang Belanda saja dan belum menyentuh pada masyarakat pribumi sebagai pemakai yang dapat menjalankanya. Pada masa ini kendaraan bermesin belum berpengaruh besar terhadap masyarakat pribumi, karena penggunaannya hanya sebatas pada kalangan orang-oanrang Belanda dan masyarakat pribumi dalam aktifitasnya hanya menggunakan tenaga hewan. Kendaraan bermesin menjadi hal yang sangat modern pada saat itu, sehingga harganya juga sangat mahal.
            Bagi Nusantara atau bagi Indondonesia sendiri abad ke-20 merupakan abad yang sangat penting, meskipun selama itu nusantara tidak banyak menjadi pemain yang menentukan secara regional maupun global. Nusantara lebih menjadi subyek yang mengalami dampak yang sangat siknifikan dari berbagai peristiwa yang berlaku di dunia pada saat itu. Namun di abat itu masyarakat di Nusantara mengalami suatu peristiwa yang sangat krusial, yaitu transformasi dari masyarakat yang laten, hanya bergantung pada penjajah, menjadi masyarakat merdeka yang efektual, berinisiatif mandiri, dan penuh vitalitas. Bagi nusantara  abad ke-20 merupakan abad yang penuh dinamika dalam bidang sosial, politik, ekonomi, dan budaya (Besari, M., S. 2008: 233-234). Setelah mencapai kemerdekaanya, Indonesia melakukan pembangunan dalam segala bidang. Pengembangan pada sektor teknologi menjadi salah satu prioritas bagi pemerintah dalam program pembangunan. Pengembangan moda tranportasi darat menjadi salah satu agenda pemerintah. Moda transportasi modern menggunakan tenaga mesin di utamakan pada kota-kota besar di Indonesia, seperti Jakarta. Pada tahun 1963 Mentri perindustrian Chairul Saleh mengimpor 3000 kendaraan buatan Jepang dengan nilai 13,3 juta dolar yang salah satu jenisnya yaitu Daihatsu Midget atau sering disebut oleh orang-orang Indonesia dengan sebutan bemo. Hal itu di laksanakan bersamaan dengan dilaksanakannya pesta olahraga Asian Games di Jakarta pada tahun 1962, sehingga terlihat kendaraan buatan Jepang secara besar-besaran melintas di berbagai jalan di Indonesia (Sachari, A. 2007: 150).
            Masuknya bemo di Indonesia memiliki hubungan erat dengan peristiwa yang sangat bersejarah. Sebagai negara yang baru merdeka, Presiden Sukarno dalam usahanya membawa Indonesia sebagai negara yang juga memberikan kontribusi terhadap perkembangan transportsi. Penggunaan teknologi mutakir dalam desain trasportasi menjadi sebuah keharusan guna mengimbangi perkembangan era modern. Jepang merupakan sebuah Negara di Asia yang menyandang budaya timur yang telah berhasil mengembangkan sains dan teknologi secara luar biasa (Besari, M., S. 2008: 203), menjadi salah satu produsen pembuatan kendaraan bertenaga mesin yang mencoba melakukan hubungan dengan pemerintah Indonesia yang baru saja merdeka. Hal ini menjadi sasaran bagi Jepang untuk dapat memasarkan produknya di pasar dunia. Indonesia menjadi sasaran yang tepat bagi Jepang untuk memasarkan Produknya, karena di dukung dengan gencarnya usaha pemerintah Indonesia dalam rangka pengembangan sarana transportasi Indonesia. Jelas dari uraian berikut bahwa kemajuan transportasi pada saat itu banyak di pengaruhi oleh produk-produk dari Jepang.
             Sampai pada tahun 1960-an, industri otomotif adalah milik Amerika Serikat. Kebanyakan mobil dibuat di Amerika. Terdapat pabrik-pabrik di luar negeri dan pasar yang luas untuk Amerika (Gardner, H. 2006: 53). Untuk itulah Jepang melaksanakan suatu srtategi  dalam memasarkan bemo di Indonesia. Jepang meggunakan strategi realisasi ekspor impor Open Account. Sudah jelas bahwa Jepang telah di kenal baik oleh Indonesia yang berhubungan erat dengan sejarah perjuangan Indonesia dalam meraih kemerdekaan. Jepang menjadi jembatan bagi bangsa Indonesia untuk menuju gerbang emas kemerdekaan. Tidak dapat di sangkal bahwasannya Jepang mencoba untuk melakukan hubungan industri dengan Indonesia, karena ini akan sangat mudah terealisasi. Stabilitas politik dan stabilitas ekonomi Indonesia pada saat itu juga sangat berpengaruh dalam transaksi tersebut. Transaksi ini berhubungan dengan tujuan Jepang yang hendak merembes pasar Internasional dengan berbagai negara di Asia yang pada waktu itu dikuasai oleh produk-produk Eropa dan Amerika. Hal inilah yang membuat Jepang kemudian menggunakan cara Open Account agar transaksi ekspor-impor keberbagai Negara berkembang dan bisa di realisasikan (Sasono, H., B. 2012: 86). Hal ini sesui dengan subproses dalam teknologi yaitu pemasaran, dimana teknologi sebagai komoditas distribusi dan di perdagangkan secara umum (Besari, M., S. 2008: 151).
            Bemo diproduksi oleh Daihatsu, sebagai Daihatsu Midget, kendaraan beroda tiga (satu di depan, dua di belakang). Kendaraan ini karena kecilnya sehingga diberi nama “midget” (kerdil). Daihatsu Midget ini sebenarnya didesain sebagai angkutan barang. Bemo memiliki singkatan yaitu “becak motor” dan merupakan kendaraan bermotor roda tiga. Meskipun nama Bemo dikaitkan dengan becak, namun bemo sebenarnya adalah model bis ukuran supermini, karena mempunyai trayek dan tarif tetap, beda dengan becak yang lebih mirip taksi bertenaga nasi. Bemo mulai dipergunakan di Indonesia pada awal tahun 1962, pertama-tama di Jakarta, kemudian Bogor, Bandung,  Surabaya, Surakarta, Malang,  Padang, Denpasar,  yang dimaksudkan untuk menggantikan becak. Bemo cepat populer karena kendaraan ini lebih murah, berdaya angkut besar (bisa menampung 7 orang),  mampu menjangkau jalan-jalan yang sempit, bisa menempuh jarak jauh dan lebih cepat daripada becak yang lebih mahal karena daya angkutnya cuma 2 orang, pelan dan tidak bisa jauh (Andrefeb, F. 2011). Selain itu becak dianggap tidak manusiawi, karena masih menggunakan tenaga manusia untuk menjalankannya. Selain itu, pengemudi becak sering dianggap tidak mematuhi peraturan lalulintas (Susantono, B. 2009: 186).
            Uraian berikut merupakan realitas yang terjadi di kota Jakarta, pada awal diberlakukannya bemo. Bemo didesain untuk menggantikan angkutan darat yang kurang efesien dan kurang manusiawi seperti becak. Terlepas dari semua itu, dapat dipahami bahwasanya mulai di oprasikannya bemo di Jakarta sehingga tersingkirnya angkutan becak, merupakan bukti bahwa sarana transportasi telah mengalami kemajuan. Angkutan yang mendominasi di Jakarta semula yaitu becak dan delman, sejak awal tahun 1962 mulai digantikan dengan bemo yang menggunakan tenaga mesin. efesiensi, tarif yang murah dan jumlah angkut yang relatif lebih banyak mejadikan angkutan bemo sebagai angkutan idola masyarakat di Jakarta pada waktu itu. Hal ini juga membuktikan bahwa Sumber Daya Manusia masyarakat Jakarta telah berkembang, khususnya masyarakat yang menjadi aktor pengendara bemo. Perkembangan Sumber Daya Manusia ini dilihat dari bagaimana para sopir yang sebelumnya hanya dapat mengemudikan becak telah berkembang dengan mampu mengendarai bemo yang menggunakan teknologi modern dan harus memiliki keterampilan khusus dalam mengendarainya.
        
2.2 Perkembangan Bemo di Kota Jakarta
2.2.1 Jalur Trayek Bemo dan Perkembangan komunitas masyarakat Jakarta
            Kota adalah salah satu ungkapan kehidupan manusia yang mungkin paling kompleks (Zahnd, M. 2006: 1). Jakarta merupakan kota besar di Indonesia yang memiliki masyarakat yang sangat kompleks. Pada tahun 1962, kompleksitas masyarakat Jakarta semakin menuju ke arah modernisasi. Pertumbuhan suatu masyarakat yang kompleks ini berdampak pada kegiatan masyarakat yang kompleks pula. Semakin maju komunitas suatu masyarakat, berpengaruh terhadap suatu gerak dalam rangka pemenuhan suatu kegitan masyarakat. Efesiensi waktu dan kecepatan dalam jarak tempuh yang relatif cepat sangat di butuhkan bagi masyarakat kota yang sudah mengalami modernisasi. Pendorong terlaksananya pergerakan masyarakat kota yang relatif cepat, salah satunya adalah tersediannya alat transportasi. Sistem transportasi dapat memperluas kemampuan manusia untuk meningkatkan manusia, dalam meningkatkan kecepatan (lebih cepat berpindah), meingkatkan jarak tempuh dengan lebih efesien melalui moda transportasi dan meningkatkan kapasitas melalui mesin. Selain itu, transportasi jaringan teknologi untuk mengantar orang agar merasa aman hingga tujuan (Raihana, H. 2007:50-51). Moda tranportasi yang seperti di maksut ini salah satunya yaitu bemo, Sebagai salah satu sarana transportasi di Jakarata yang telah menggunakan teknologi yang modern pada waktu itu.
            Seperti yang telah di jelaskan pada uraian sebelumnya, bemo mulai beroperasi sekitar tahun 1962. Bemo mulanya beroperasi seperti taksi, namun kemudian dibentuk  trayek tertentu,  dan akhirnya dikhususkan ke trayek pinggiran yang tak disentuh oleh bus kota(Andrefeb, F. 2011). Di Jakarta bemo beroperasi di wilayah Menteng Jakarta, mulai dari pasar Blopo, di bilangan jalan Latuharhary, ke arah Sarinah, SMA Kanisius, dan sekitarnya. Bahkan bemo pernah mengantar belanjaan sayur-mayur ke Istana Negara. Tapi naasnya bemo itu pernah meledak dalam lingkungan istana, sehingga suara letusannya yang cukup mengagetkan membuat pasukan keamanan istana panik. Sesudah peristiwa itu, bemo tak boleh lagi masuk istana ( Erwin. 2012:_ _).  Hal ini memberikan keterangan bahwa bemo merupakan kendaraan yang begitu diandalkan di kota Jakarta sejak tahun 1962 hingga tahun-tahun sesudahnya. Jalur trayeknyapun melintasi jalan-jalan yang memang pusat aktifitas masyarakat kota Jakarta. Aktifitas masyarakat kota Jakarta pada saat itu mendukung penggunaan bemo sebagai angkutan yang paling di andalkan, disamping masih ada angkutan-angkutan lain seperti oplet dan bajai. Bemo tetap menjadi pilihan bagi masyarakat kota Jakarta karena efesiensinya yang dapat melewati jalan-jalan yang sempit.
            Lalulintas dan angkutan jalan adalah kunci pertumbuhan sebuah komunitas. Masyarakat sangat bergantung pada sarana transportasi darat yang berkaitan erat dengan lalulintas dan angkutan jalan (Kusmagi, M., A. 2010: 12). Pada tahun 1962 hingga akhir tahun 1970-an, bemo merupakan angkutan yang memiliki peranan penting dalam menciptakan pertumbuhan dalam masyarakat Jakarta. Pada tahun-tahun ini, masyarakat sangat bergantung dengan beroprasinya angkutan bemo. Berbagai kegiatan masyarakat Jakarta pada waktu itu banyak bergantung dengan agkutan bemo dalam pemenuhannya. Karena efesiensi waktu yang dapat disajikan oleh bemo dan harga yang terjangkau oleh masyarakat, menjadikan bemo sebagai angkutan idola di samping masih ada angkutan-angkuta lain yang menggunakan tenaga mesin juga. Selain itu para sopir bemo-pun menggantungkan pemenuhan perekonominnya dengan hasil beroprasinya bemo. Oleh karena itu bemo merupakan angkutan yang menjadi kunci berkembangnya masyarakat Jakarta selama tahun 1962 hingga akhir tahun 1970-an, Karena segala kegiatan masyarakat tidak terkecuali sopir bemo sendiri sangat mengandalkan pengoprasian bemo dari segi sosial, budaya dan ekonomi.
            Beroprasinya bemo dan ketergantungan masyarakat Jakarta atas angkutan ini lambat laun mendorong terciptanya suatu budaya yang baru dalam masyarakat dan lebih maju. Pergerakan masyarakat yang semakin cepat, menuntut adanya suatu alat transportasi yang dapat membantu masyarakat dalam bergerak dengan efesien. Bemo inilah yang merupakan  salah satu alat transportasi di Jakarta yang menjadi alat transportasi masal paling efesien pada waktu itu. Adanya bemo ini menciptakan suatu budaya dalam masyarakat yang menuntut segala sesuatu dapat di tempuh dengan waktu yang cepat meskipun jarak yang di tempuh terlamapau jauh. Hal ini disebabkan karena, gerak yang nyata, yang menimbulkan perubahan dan kemajuan kebudayaan ialah sebab yang berasal dari luar. Bagi para anggautanya yang tetap terbuka kemungkinan untuk lekas-lekas menyesuaikan diri dengan menerima apa-apa yang baru guna memenuhi keperluan hidupnya yang baru (Soekmono, R. 1973:12).
            Jakarta merupakan Kota besar yang syarat akan perkembangan dan kemajuan teknologi yang menuntut masyarakatnya harus terbuka dalam menerima segala kemajuan yang ada demi dapat bersaing dalam kehidupan untuk memenuhi segala kebutuhan manusia. Bemo beroprasi meliputi daerah-daerah yang syarat akan multi penduduk. Dengan jalur-jalur trayek yang telah ditetapkan pemerintah pada waktu itu, mendorong setiap daerah yang di lewati oleh bemo ke masyarakat yang lebih maju dari sebelumnya. Pergerakan masyarakat yang sebelumnya lamban menjadi berubah lebih cepat. Dengan jumlah bemo yang relatif banyak dan jumlah angkut setiap bemo yang dapat mengankut lebih dari lima orang mendukung meratanya pemekaian angkutan kota ini.

2.2.2 Permasalahan Lalulintas berdampak terpinggirnya Bemo
            Permasalahan lalulintas di Kota-kota besar di Indonesia cukup pelik, penduduk yang heterogen dengan jumlah yang besar menjadi perhatian utama dalam mengatasi problem lalulintas dan angkutan jalan. Pertumbuhan penduduk yang terjadi setiap tahun secara otomatis membuat permintaan akan kebutuhan alat transportasi meningkat, baik transportasi umum maupun pribadi (Kusmagi, M., A. 2010: 6). Sudah sejak dulu kala Kota Jakarta merupakan salah satu pusat kegiatan perekonomian yang sangat pesat. Tingkat perekonomian yang maju dengan pesat mendukung terjadinya migrasi penduduk dari desa menuju kota Jakarta untuk mencari peruntungan ekonomi yang lebih baik. Semakin padatnya penduduk di  kota Jakarta, berpengaruh pada perkembangan perekonomian yang semakin maju. Perekembangan perekonomian yang semakin maju juga berpengaruh  terhadap perkembangan transportasi. Setiap tahun, dari awal dioperasikanya bemo pada tahun 1962, jumlah kendaraan di Kota Jakarta semakin bertambah. Berbagai kendaraan, mulai dari kendaraan pribadi sampai kendaraan umum telah memadati jalan-jalan di kota Jakarta. Kekacauan lalulitas tidak dapat terelakan, dengan pengelolaan lalulintas yang tidak mumpuni dari pemerintah Kota Jakarta. Kekacauan lalulintas berdampak pada kemacetan yang menghambat perjalanan kendaraan. Bemo merupakan salah satu moda transportasi yang mengambil peran dalam terjadinya bencana kemacetan di Jakarta. Jalur trayek yang telah ditetapkan tidak mampu untuk mengatasi kemacetan yang terjadi. Banyaknya kendaran yang menggunakan tenaga mesin dengan berbagai jenis merupakan salah satu penyebab teradinya kemacetan.
            Kemacetan yang berlarut-larut berdampak tidak menguntungkan bagi moda transportasi bemo. Banyaknya pengguna angkutan bemo sebagai moda transportasi  alternatif tidak sebanding dengan kebijakan pemerintah Jakarta. Akibat kemacetan yang berlaut-larut, pemerintah menuduh bemo sebagi salah satu transportasi  yang menjadi penyebab kemacetan. Satu persatu trayek bemo di persempit menjadi lebih terbatas. Ketika ijin operasi Bemo di bilangan Menteng dicabut sekitar tahun 1971, maka para pemilik bemo mulai merintis pangkalan bemo di Pasar Bendungan Hilir (Benhil). Jalur trayek (ijin perjalanan) bemo dari Bendungan Hilir mulanya mencapai pasar Tanah Abang. Tapi ketika kawasan pasar Tanah Abang semakin macet, jalur trayek Bendungan Hilir – Tanah Abang pun dibagi dua. Jalur pertama adalah jalur Bendungan Hilir hingga sekitar Perusahaan Air Minum (PAM) di Pejompongan. Jalur kedua, dari sekitar Karet-Sudirman hingga pasar Tanah-Abang. Dua jalur trayek inilah yang masih bertahan sampai saat ini di wilayah Jakarta Pusat, disamping beberapa jalur trayek bemo lainnya seperti di Grogol (Jakarta Barat) dan Manggarai (Jakarta Selatan) ( Erwin. 2012:_ _).
            Perencanaan transportasi merupakan pekerjaan luas dan membutuhankan organisasi yang efektif (Khisty, C., J. & lall, B., K. 2006: 149). Namun pada kenyataanya pada tahun 1962 hingga 1970-an Jakarta belum dapat melaksanakan perencanaan transportasi yang  cukup baik. Banyak Negara sedang berkembang mengahadapi permasalahan transportasi dan beberapa diantaranya sudah berada dalam tahap sangat kritis. Permasalahan yang terjadi bukan saja disebabkan oleh terbatasnya sistemprasarana transportasi yang ada, tetapi sudah ditambah lagi dengan permasalahan lainya. Pendapatan rendah, urbanisasi yang sangat cepat, terbatasnya sumberdaya, khusunya dana, kualitas dan kuantitas data yang berkaitan dengan transportasi, kualitas sumberdaya manusia, tingkat disiplin yang rendah dan lemahnya sistem perencanaan, dan kontrol membuat permasalahan transportasi yang semakin parah (Tamin, O., Z. 2000 : 1). Realitas inilah yang terjadi di kota Jakarta, sehingga bemo yang merupakan angkutan yang sudah lama melanglang-melintang pada lalulintas kota Jakarta disamping ada angkutan lain. Tingkat disiplin yang rendah dari sopir bemo dan perencanaan transportasi yang kurang baik berdampak semakin terpinggirnya bemo dan beberapa angkutan se-angkatan dengan bemo atas kebijakan pemerintah.

2.2.3 Menghadapi Kebijakan Pemerintah
            Selama hampir kurang lebih sepuluh tahun bemo menemui kejayaanya di Kota Jakarta. Berbagai alasan dari pemerintah yang kurang menguntungkan bagi sopir bemo dan para pengguna setianya, mengikis eksistensi bemo sebagai angkutan yang banyak digemari oleh masyarakat Jakarta. Realitas tidak dapat di sangkal, perkembangan teknologi semakin maju berdampak pada banyaknya moda trasportasi modern berkembang di Kota Jakarta dan kebijakan pemerintah yang harus mencabut satu-persatu ijin operasi bemo, mengakibatkan bemo semakin terpinggir serta ilegal. Pada masa jayanya bemo dianggap sebagai angkutan yang banyak membantu masyarakat Jakarta dalam menjalankan berbagai aktifitas, karena penggunaan teknologi yang masih dianggap modern pada waktu itu. Semenjak tahun 1970-an eksistensi bemo semakin terkikis. pengoprasiannya tidak lagi legal seperti pada masa jayanya dulu.
            Meskipun semakin tersingkir, para sopir bemo tetap mengoprasikan ankutan ini demi memenuhi kebutuhan ekonomi. Para pelanggan setianyapun merupakan masyarakat pada kalangan bawah. Demi kebutuhan ekonomi, para sopir mengenyampingkan perizianan pengoprasian bemo yang notabenya sudah di larang. Lebih dari itu, ada hal positif yang dapat di tarik. Bemo sampai pada dilarangnya beroperasi pada tahun 1970-an tetap memperlihatkan eksistensinya meskipun umurnya tidak lagi muda. Pembuat bemo memperkirakan usia bemo tidak akan lama. Lima hingga sepuluh tahun maka dapat dipastikan bemo akan punah. Namun pada kenyataannya, bemo masih digunakan dibeberapa wilayah di Jakarta. Masih digunkanya bemo bukan menunjukan bahwa bemo adalah alat angkut yang dapat bertahan sekian puluh tahun. Namun lebih cenderung kepada kemampuan sumber daya manusia Indonesia yang masih dapat mengoperasikan bemo tersebut. Meskipun spare parts bemo sudah tidak lagi di produksi oleh pabrik Daihatsu, tetapi sumberdaya manusia yang menangani bemo dapat membuatnya sendiri  (Sanoesi, A., E. 2010: 18). Uraian berikut membuktikan bagaimana sumber daya manusia masyarakat Jakarta khususnya pengendara bemo mengalami kemajuan, dengan bukti kreatifitas mereka dalam menciptakan spare parts sendiri guna memperpajang umur bemo.
            Pada tahun 2013-2014 Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta berencana akan menghilangkan Bemo dari wilayah Jakarta. Kondisi bemo yang terlihat rongsok, kerap mogok di tengah jalan, dan perilaku sopir-sopir bemo yang memarkir bemonya di sembarang tempat, menjadi bahan tuduhan pemerintah bahwa bemo menganggu keindahan, penyebab kemacetan, dan ketidaktertiban beberapa jalan di kawasan Jakarta. Selain itu, sistem emisi bemo yang menimbulkan desingan dan kepulan asap knalpotnya juga dianggap menambah polusi suara dan udara di kawasan ibukota. Rencana itu tentu saja meresahkan ratusan pemilik atau pengemudi bemo yang telah mengemudikan bemo secara turun temurun sejak periode 1960 an, karena terancam akan kehilangan mata pencaharian mereka. Selain itu, para pengguna setia bemo, yaitu anak-anak sekolah dan ibu-ibu rumah tangga akan kehilangan moda transportasi murah yang dapat mengantarkan mereka hingga sampai ke tempat tujuan (Erwin. 2012:--).
            Dengan kebijakan pemerintah DKI yang ingin menghilangkan bemo dari peredaran laluintas kota Jakarta menimbulkan kegelisahan yang amat mendalam bagi para sopir dan pemakai jasa angkutan ini. Realitas ini tidak mengherankan, karena sudah sejak beberapa tahun sejak 1962 bemo menjadi sandaran bagi pemenuhan kebutuhan masyarakat kota Jakarta. Dengan harga angkut yang murah bemo tetap memikat masyarakat untuk memakai moda trasportasi ini, meski kondisinya sudah tua. Untuk itulah kebijakan pemerintah Jakarta untuk menhilangkan bemo dari lalulintas membuat kebimbangan bagi para sopir dan masyarakat yang masih menggunakan angkutan tua ini. Bila pemerintah DKI Jakarta benar-benar menghilangkan bemo, akan berdampak besar terhadap perekonomian masyarakat dan sopir bemo sendiri. Bukan sebuah rahasia bahwa bemo hingga saat ini menjadi tumpuan bagi beberapa masyarakat Jakarta dalam menjalankan aktifitas ekonominya.
            Rencana itu bukanlah rencana pemerintah yang pertama kali. Sejak pemerintah secara resmi menggantikan bemo dengan angkutan mikrolet (APB) pada awal 1990 an, rencana demi rencana untuk menghapuskan bemo dari peredarannya di jalan raya ibukota terus bermunculan, tapi kemudian menghilang tanpa realisasi yang nyata. Menyikapi sikap pemerintah tersebut para pengemudi bemo mulai merespon dengan mendirikan suatu organisasi informal, semacam paguyuban yang berfungsi untuk melindungi kepentingan mereka dari tekanan (aparat) pemerintah, termasuk soal rencana penghapusan bemo yang kembali muncul akhir-akhir ini. Menurut pengakuan para sopir bemo, dengan adanya paguyuban tersebut para sopir bemo dapat lebih kompak dan bisa menyiapkan diri dalam menghadapi tekanan pemerintah. Selain itu yang lebih penting lagi adalah melalui mekanisme informal paguyuban, beberapa etika dan disiplin dalam mengemudikan bemo mulai dapat diberlakukan diantara para pengemudi bemo (Erwin. 2012:--). 
            Paguyuban yang muncul ini, memperlihatkan bagaimana para sopir bemo mencoba menggala sebuah kekuatan dalam menghadapi kebijakan pemerintah dan mencoba memperbaiki citra angkutan bemo pada pemerintah dengan menggalakan beberapa etika dan disiplin dalam mengemudikan bemo mulai dapat diberlakukan diantara para pengemudi bemo. Terlihat bahwa paguyuban ini dibentuk untuk dapat mempertahankan eksistensi bemo agar terus dapat beroperasi dalam kekacauan lalulintas di Jakarta. Dengan pendirian paguyuban ini sedikit memberikan angin segar bagi para sopir bemo dan beberapa penggunanya yang masih setia untuk mennggunakan angkutan tua ini. Meski belum dapat dipastikan kebijakan pemerintah Jakarta untuk menghilangkan bemo benar-benar akan dilaksanakan atau tidak, untuk saat ini bemo masih dapat dijadikan modatranspotasi yang masih dapat berkontribusi dalam segala pergerakan dan kegiatan masyarakat. Perkembangan awal bemo di Jakarta hingga pergolakannya dengan kebijakan pemerintah saat ini, meberikan keterangan terhadap lajunya perkembangan teknologi di Nusantara. Bemo yang pada masa jayanya dianggap sebagai angkutan yang modern, seiring berjalannya waktu dan perkembangan teknologi yang ada, membawa bemo pada perjalanan yang penuh gejolak.

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
            Masuknya bemo di Jakarta memiliki kaitan erat dengan program pembangunan yang dilaksanakan pemerintah Indonesia pada masa kepemimpinan presiden Sukarno. Bemo masuk ke Indonesia pada sekitar tahun 1962 untuk kebutuhan sarana angkutan umum di Kota-kota besar seperti, Jakarta, kemudian Bogor, Bandung,  Surabaya, Surakarta, Malang,  Padang, dan Denpasar. Bemo merupakan produk dari Jepang yang di produksi oleh Daihatsu Midget da nama asli bemo sendiri yaitu Daihatsu Midget. Masuknya bemo di Jakarta, dimaksutkan untuk menggantikan angkutan becak yang dianggap kurang manusiawi dan daya tempuhnya sangat lama. Dengan masuknya bemo di Kota Jakarta, membuktikan bahwa telah dimulai usaha pemerintah dalam memajukan sarana transportasi yang menggunakan teknologi canggih dan modern pada waktu itu.
            Sebagai Kota besar, Jakarta memiliki penduduk yang heterogen dan padat, sehingga berpengaruh terhadap kebutuhan akan angkutan bemo guna menunjang terpenuhinya aktifitas masyarakat yang cepat dan efesien. Sejak tahun 1962, bemo menjadi angkutan kota yang di idolakan oleh masyarakat Jakarta. Dengan trayek-trayek yang sudah di tentukan oleh pemerintah, bemo dapat menjangkau hampir seluruh masyarakat Jakarta. Seiring berjalannya waktu dan meningkatnya intensitas pemakaian beberapa jenis kendaraan mengakibatkan terjadinya permasalahan lalulintas di Kota Jakarta. Sekitar tahun 1970-an pemerintah Jakarta mengeluarkan kebijakan untuk mencabut izin beroprasi bemo yang menyebabkan terpinggirnya angkutan yang sudah dianggap tua ini. Pemerintah Jakarta menganggap kekacauan lalulintas yang disebabkan oleh beroprasiya bemo. Akibat kebijakan pemerintah, bemo semakin terpinggir dan beroprasinya bemo di Jakarta menjadi ilegal. Berlanjut sampai tahun 2014, pemerintah DKI ingin mengilangkan bemo dari wilayah Jakarta. Dengan kebijakan pemerintah yang ingin menghilangkan bemo dari wilayah Indonesia menyebabkan kegelisahan bagi para sopir dan beberapa masyarakat yang masih menggantungkan kepada bemo dalam menjalankan aktifitasnya. Untuk menghadapi kebijakan pemerintah ini, para sopir bemo mendirikan sebuah paguyuban yang memberikan aturan kepada para anggotanya untuk menerapkan displin berkendara.
           


DAFTAR PUSTAKA

Andrefeb, F. 2011. jejak-transportasi-umum-indonesia, (http://sejarah.kompasiana.com-367029.html). Diakses 25 Mei.
Besari, M., S. 2008. Teknologi di Nusantara: 40 abad hambatan inovasi. Jakarta: Teknika Salemba.
Erwin. 2012. kisah-tentang-bemo-4-tuyulbemoyangresisten, (http://erwinisasi.wordpress.com)  Diakses 19 Juni.
Gardner, H. 2006. Changing Minds: Seni mengubah kita dan orang lain. Jakarta: Agro Media Pustaka.
Khisty, C., J. & lall, B., K. 2006. Dasar-dasar Rekayasa Transportasi: jilid 2. Bandung: Erlangga.
Kusmagi, M., A. 2010. Selamat Berkendara di Jalan Raya. Jakarta: Raih Asa Sukses.
Raihana, H. 2007. Negara Di Persimpangan Jalan Kampusku. Yogyakarta: Kanisius.
Sachari, A. 2007. Budaya Visual Indonesia. Bandung: Erlangga.
Sanoesi, A., E. 2010. Low Impack Games: sepluh jenis permainan Jerat untuk teamwork. Yogyakarta: Kanisius.
Sasono, H., B. 2012. Manajemen Pelabuhan dan Realisasi Ekspor Impor. Yogyakarta: CV Andi Offset.
Soekmono, R. 1973. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 1. Yogyakarta: Kanisius.
Susantono, B. 2009. 1001 Wajah Transportasi Kita. Jakarta: Gramedia.
Sutardi, T. 2007. Antropologi: mengungkap keragaman budaya. Bandung: PT Setia Purnama Inves.
Tamin, O., Z. 2000. Perencanaan dan Pemodelan transportasi. Bandung: ITB.
Zahnd, M. 2006. Perancangan Kota Secara Terpadu: teori perancangan kota dan penerapannya. Yogyakarta: Kanisius.
_ _. 2009. pengertian-teknologi, (http://arydj.files.wordpress.com). Diakses 1 Desember.